Bawaslu Bintan Dinilai Tak Profesional, Kuasa Hukum Awe Ancam Lapor ke DKPP

Tanjungpinang - Tim Kuasa Hukum Meliyanti (Pelapor) dari kantor hukum Jhonson Panjaitan & Fartner yang diwakili Johnatan
Andre Baskoro, Eka Prasetya dan Moris Moy Purba, mempersoalkan putusan Bawaslu Bintan nomor: 113/K.Bawaslu KR 02/PM.05.02/XII/2020 yang ditandatangani Ketua Bawaslu Bintan, Febriadinata terkait penolakan laporan dugaan money politik
yang diduga dilakukan paslon nomor 01 (Apri Sujadi-Robby Kurniawan).
kepada awak media pihaknya dengan tegas menolak hasil putusan Bawaslu kabupaten Bintan tersebut.
"Kami selaku tim kuasa Meliyanti dengan tegas, tidak menerima hasil keputusan yang dikeluarkan oleh Bawaslu," Kata Johnatan Andre Baskoro, dalam konferensi pers nya di komplek Bintan center (5/12/2020).
Pihaknya menilai, putusan Bawaslu tersebut, tidak memuat uraian atau penjelasan secara rinci dan jelas unsur-unsur mana saja yang tidak terpenuhi. laporan yang disampaikan oleh pihaknya tidak memenuhi unsur, menurut Bawaslu. "Tapi sayangnya tidak dijelaskan secara runut dan menurut hukum, unsur mana yang tidak terpenuhi," kata Jonatan.
Menurut Jonatan, saksi-saksi sesuai ketentuan undang-undang dihadirkan dalam pemanggilan Bawaslu, kronologis sudah
diceritakan secara lengkap, bahkan alat bukti pun lengkap, photo, video, rekaman suara dan amplop semua sudah diserahkan
kepada Bawaslu.
"Kami mempertanyakan netralitas Bawaslu dalam perkara ini, seharusnya mereka profesional dan transparan sebagaimana diamanatkan undang-undang, apalagi terkait dugaan money politik," tegasnya.
Lebih lanjut Jonatan menjekaskan,"negara sebagai penyelenggaraan harus ikut serta mendalami dan mengkaji dugaan terjadinya tindak pidana pemilu, jangan bersifat pasif," ungkapnya.
Secara tidak langsung kan ada pengakuan dari Bawaslu, sebut Jonatan. "Mengapa demikian? karena prosesnya sudah masuk kepada
kajian kedua. Artinya, menurut Bawaslu memang ada indikasi terjadinya money politik," katanya yakin.
Baca Juga : Kantong "Cekak", Kaderismanto Ngotot Maju
Menurutnya, kalau tidak ada dugaan tindak pidana money politik, ini tidak akan masuk pada kajian kedua, sebutnya lagi, logika hukumnya pasti akan ditolak diawal. Artinya, syarat formil yang disampaikan oleh pihaknya sudah terpenuhi.
Ditempat yang sama Eka Prasetya, menjelaskan, kenapa pihaknya mempertanyakan netralitas Bawaslu. Paslon 01 merupakan
petahana yang sudah berkuasa selama lima tahun. Tentu jaringannya ada dimana mana, khususnya Bintan. Sedangkan pelapor hanya seorang anak usia 17 tahun.
Dalam sistim hukum kita, lanjutnya, beban pembuktiannya dibebankan kepada pelapor. Kami menduga pelapor mengalami tekanan
psikis saat diperiksa.
"Bagaimana mungkin dugaan money politik ini bisa terbongkar, kalau beban pembuktiannya hanya dibebankan kepada pelapor. Ini kan tindak pidana, harusnya negara membantu, tentu dalam hal ini Bawaslu dan Gakumdu sebagai wakil negara dalam sistim pemilu (pilkada) kita" ujarnya.
"Saksi kami waktu diperiksa di Bawaslu ditanyain," Kamu tau ngak pasal 187 itu, pemberi dan penerima bisa dipidana," ungkap
Eka menirukan ucapan pemeriksa Bawaslu.
Menurutnya, selama penegak hukum dan penyelanggara pemilu tidak serius menanggapi laporan masyarakat dan beban pembuktiannya dibebankan kepada masyarakat, maka, dugaan adanya money politik akan sulit terbongkar.
"kami kawatir masyarakat akan apatis terhadap penyelengara dan dugaan adanya money politik dalam kontestasi pilkada, karena
mereka kecewa terhadap Bawaslu.
kata dia, pihaknya sedang mengkaji dan mengumpulkan bukti-bukti untuk membawa ini ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu
Republik Indonesia (DKPP RI) di Jakarta pusat.
Lebih lanjut ia menyampaikan, salah satu unsur yang akan kami laporkan ke DKPP adalah, dugaan intimidasi dari pada penyidik
dengan ancaman-ancaman pasal tentang money politik yang cenderung mengarahkan pertanyaan-pertanyaan untuk mendapatkan suatu jawaban.
"Seharusnya Bawaslu hanya mengklarifikasi. Maka, inilah salah satunya yang akan kami laporkan," tutupnya.**
Komentar Via Facebook :