Deklarasi Cinta NKRI, Tokoh Adat Papua: "Jangan Korbankan Rakyat"

Deklarasi Cinta NKRI, Tokoh Adat Papua: "Jangan Korbankan Rakyat"

Papua - Ketua Presidium Putra-Putri Pejuang Pepera (P5) Yanto Khomlay Eluay, mengatakan, masa lalu merupakan merupakan suatu pengalaman yang berarti untuk menuju masa depan yg lebih baik. Menurutnya, sejarah kelam masa lalu Papua merupakan suatu proses dalam menuju kehidupan masyarakat papua yg lebih baik di masa datang. 

Ia menyinggung adanya keyakinan sebagian kelompok yang ingin memisahkan diri dari Indonesia, yaitu mati dalam perjuangan adalah mati suci. mereka mengibaratkan dengan perjalanan bangsa Israel keluar dari perbudakan di tanah Mesir. 

Hal ini menurutnya, menjadi penyebab banyak orang Papua mati karena saling membenci, dendam dan marah terhadap sesama manusia yang berbeda ras dan agama. Semuanya dianggap sebagai kehendak Tuhan untuk mencapai kemerdekaan.

Dikatakannya saat berbincang dengan awak media di Pendopo kediamannya Sentani, Jayapura pada acara deklarasi bertajuk "Pemuda Papua Bangkit" bersama Ormas Pemuda Pancasila (PP) dan Presidium Putra-Putri Pejuang Pepera (P5), Jumat (4/12/2020). Dalam kesempatan itu, Yanto menyampaikan pemikirannya tentang solusi sederhana penyelesaian masalah di tanah Papua.

Pertama,"kewajiban dan tanggungjawabnya sebagai tokoh masyarakat hukum adat adalah menyelamatkan dan melindungi masyarakat adat dalam semua aspek, termasuk mati dan hidupnya. Masyarakat papua jangan mati kelaparan, kekurangan gizi, kebodohan dan mati karena ideologi keliru yang diyakininya,"ujarnya. 

Kedua," masyarakat Papua sebagai umat beragama di "Tanah Injil", perlu merevolusi iman, dalam arti, iman harus mampu mengalahkan semua keinginan daging sebagai manusia biasa. Setiap masyarakat Papua wajib mewujudkan "Wajah Kristus" dalam perilaku hidup dan mendasari hidupnya dengan prinsip mengampuni secara total sebagai refleksi Hukum Tuhan yakni "Kasihilah Sesamu Manusia", tambahnya.

"Dua hal tersebut yang mendasari pergerakan dan perjuangan saya dalam menyikapi situasi dan kondisi Papua saat ini," ungkap  Yanto. 

Menyikapi manuver Benny Wenda dan rekan-rekannya di mana pun mereka berada yang masih mencari sensasi dengan mengorbankan rakyat Papua. Yanto melihat perbedaan ideologi dipupuk oleh perbedaan ras dan agama dalam konteks kita sebagai Warga Negara Indonesia. 

"Ekspektasi ini ibarat benih yang terus ditaburkan, bertumbuh dan berbuah, seakan-akan tujuan kita hidup di dunia ini hanya untuk memperjuangkan kemerdekaan sebagai bangsa sendiri," ucapnya.

"Saya pernah berada dalam masa dimana saya berpikir seperti itu. Dalam perenungan hidup, mencari kebenaran sejarah Papua dan melihat masa lalu yang kelam, saya akhirnya mengambil keputusan memulai pergerakan untuk mengakhiri semua itu," kata Yanto.

Putra mendiang Ketua Presidium Dewan Papua ini pun menghimbau, "Kepada saudara-saudariku masyarakat Papua yg saya cintai, marilah kita akhiri semua itu. Sudah cukup kita berjalan dalam lembah kekelaman, penderitaan, tangisan dan airmata.  Biarlah ini menjadi catatan Sang Pencipta. Mari kita bangkit dari lembah kekelaman, berjalan dalam terang Kristus dan membangun Masyarakat Adat yang bermartabat, mempunyai jati diri, wibawa dan kehormatan di atas tanah Papua dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia" pintanya.

"Selamat menyambut kelahiran Sang Raja Damai saudara-saudaraku setanah Papua, Damai sejahtera untuk kita semua" kata Yanto sembari menutup.**


Batara Harahap

Komentar Via Facebook :