Vonis 9 Tahun Mantan Pegawai Mahkamah Agung, Nama Ichsan Suaedi Menggema

Gambar Ilustrasi
Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Andri Tristianto Sutrisna dengan hukuman 9 tahun penjara denda Rp 500 juta subsider 6 bulan.
Mantan Kepala Subdirektorat Kasasi Perdata Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata Mahkamah Agung itu terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata hakim saat pembacaan vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta.
Andri dinyatakan bersalah karena menerima suap Rp 400 juta dari Awang Lazuardi Embat. Uang itu diberikan agar Andri menunda salinan putusan kasasi atas nama Ichsan Suaedi, dalam perkara korupsi proyek pembangunan Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok Timur.
Dikutip dari Detik.com, dalam pertimbangannya, Hakim menyatakan Andri tak berwenang menunda salinan putusan. Dalam melakukan aksinya, terdakwa bekerja sama dengan Kosidah, staf Panitera Muda Pidana Khusus Mahkamah Agung. Kosidah meminta imbalan Rp 50 juta untuk penundaan selama enam bulan.
Selain menerima suap, Andri terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp 500 juta. Uang Rp 500 juta tersebut diberikan oleh Asep Ruhiat, seorang pengacara di Pekanbaru. Kata Andri, pemberian uang ini untuk mengurus beberapa perkara yang ditangani Asep di tingkat kasasi atau peninjauan kembali.
Atas perbuatannya, Andri dijerat Pasal 12-a dan Pasal 12-b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Baca Juga : Muhammad Tersandung Pipa di Tembilahan
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa. Sebelumnya, jaksa dari KPK menuntut Andri dengan hukuman 13 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Atas putusan itu, Andri menyatakan masih pikir-pikir untuk melakukan upaya hukum banding.
Diketahui, Ichsan Suaedi yang merupakan Direktur PT. CGA (Citra Gading Aristama) sempat menghiasi jagad media nasional. Diduga Ia ikut bermain dalam beberapa proyek besar di Indonesia.
Salah satu yang menyita perhatian banyak pihak adalah keterlibatannya sebagai pemberi suap dalam proyek pembangunan jalan Duri-Sei. Pakning yang menjerat mantan Bupati Bengkalis Amril Mukminin.
Dikabarkan, Ichsan Suaedi cukup lihai dalam mempengaruhi kepada daerah terutama yang baru menjabat dengan iming-iming sejumlah uang.
Terkait suap dalam pembangunan jalan Duri-Sei.Pakning, diketahui, pemberian suap tersebut dilakukan secara bertahap hingga mencapai Rp. 5,2 miliar sejak 2016 hingga 2019. Penyarahan uang tersebut dilakukan melalui ajudan Amril Mukminin bernama Azrul Noor Manurung.
Atas tindakan itu, Amril Mukminin divonis enam tahun penjara dan denda Rp. 500 juta oleh Pengadilan Tipikor Pekanbaru pada tanggal 9 Nopember 2020 lalu.
Kasus ini menjadi perhatian publik, terutama masyarakat Riau kerena sejak terpilih menjadi Bupati Bengkalis tahun 2015, Amril Mukminin diduga getol mengumpulkan uang dari para kontraktor di Bengkalis.
Untuk memuluskan aksinya, Ia sengaja mengangkat adik kandungnya Rikcy Riansyah sebagai salah satu pejabat teras di pemerintahan kabupaten Bengkalis. Diduga, Ricky menjadi aktor yang ditugaskan untuk mengumpulkan pundi-pundi.
Banyak pihak yang kemudian menilai ada kejanggalan dalam penanganan perkara ini, pasalnya, Ichsan Suaedi sebagai pemberi suap sama sekali tidak masuk dalam radar penegak hukum.
Apalagi, saat memberi keterangan di Pengadilan Tipikor Pekanbaru terungkap bahwa Ichsan Suaedi menyebut, dirinya hanya menerima Rp. 42 miliar uang muka proyek dari yang seharusnya Rp. 64 miliar. Itu artinya terdapat selisih Rp. 22 miliar uang yang diduga menguap dalam proyek tersebut.
Nilai proyek pembangunan jalan Duri-Sei. Pakning sendiri terbilang fantastis mencapai Rp. 480 miliar lebih.
Saat awak media mencoba konfirmasi kepada jaksa KPK untuk menelisik aliran dana Rp. 22 miliar yang diduga menguap tersebut,"kita belum lakukan perhitungan terkait dengan hal itu," kata Febi, salah satu jaksa KPK saat wawancara kala itu.**
Komentar Via Facebook :