Profesionalisme dan Perlindungan Hukum Bagi Insan Pers

Profesionalisme dan Perlindungan Hukum Bagi Insan Pers

Pekanbaru - Pasal 1 UU Pers pada ketentuan umum, disebutkan, "Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia". 

Untuk mewujudkan fungsi tersebut, Perusahaan Pers membutuhkan tenaga-tenaga Wartawan yang memiliki kapasitas dan kapabilitas. Selain itu, insan pers juga dituntut memiliki pengetahuan, dan penguasaan tentang pokok-pokok tugas profesi wartawan yang menjadi baris terdepan dalam memberikan informasi kepada redaksi perusahaan media untuk di produksi menjadi Informasi publik, sebagaimana tertuang didalam kode etik profesi jurnalistik.

Terkait hal ini, Ketua DPD Riau Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI), Feri Sibarani, STP. berpendapat, untuk meningkatkan pemahaman dan konsep kerja profesi Pers, dibutuhkan tenaga yang profesional. apalagi kata Ferri, tantangan makin berat di era teknologi informasi saat ini.

"Semua kita yang mengaku sebagai wartawan, harus bertanggung jawab terhadap tuntutan profesi itu. Profesi kita sesungguhnya sangat bergengsi dan luar biasa, karena membawa dampak yang besar, jika kita bekerja secara profesional sebagaimana di sebutkan dalam UU Pers," kata Feri lewat sambungan selulernya, Selasa (26/1).

Ia mengutip pasal 1 ayat (4) UU Pers, bahwa Wartawan adalah orang yang secara teratur melakukan kegiatan jurnalistik."Itu berarti setiap orang yang berprofesi sebagai wartawan, wajib menguasai bidang profesinya dan melakukan tugas jurnalistik secara rutin sebagaimana layaknya pada profesi lain," ujarnya menegaskan.

Dia menambahkan masih acap kita jumpai orang yang mengaku wartawan. Tapi tidak memenuhi unsur-unsur dalam pasal 1 ayat (4) UU Pers tersebut. "Muncul pertanyaan, apakah mereka secara otomatis mendapatkan perlindungan hukum jika menghadapi permasalahan hukum sesuai dengan ketentuan undang-undang?," Tanya Feri di ujung telepon.

Baginya, prinsip dasarnya adalah mengusung sebuah konsep, yakni, adanya persyaratan pokok pada diri setiap wartawan, atau lazim disebut sebagai hak dan kewajiban setiap orang, atau dikenal juga sebagai syarat menjadi subjek hukum. Kata Feri lagi, jika seorang wartawan terbukti tidak memenuhi pasal 1 ayat (4) itu, maka dengan sendirinya gugurlah haknya untuk mendapatkan perlindungan hukum dalam menjalankan profesi.

Kata Feri lagi, ini yang sering dilupakan oleh kita wartawan selama ini. Kita anggap bahwa ketika memiliki kartu Pers, dan surat tugas dari redaksi media kita, maka kita otomatis adalah wartawan. Itulah anggapan yang keliru jika rujukannya pasal 1 ayat (4) UU Pers. 

"Itu sangat jelas, bahwa wartawan yang terlegitimasi secara hukum adalah mereka yang secara terus-menerus melakukan kegiatan jurnalistik," tambahnya.

Feri juga mengaku, sering kali menerima informasi dari para pejabat pemerintahan, dan masyarakat. Bahwa ada wartawan yang berkunjung ke kantor-kantor tertentu, namun tidak terkait dengan liputan pemberitaan. padahal kedatangannya mengatasnamakan Pers. Mirisnya, pasca kedatangannya tidak ada karya jurnalistik yang muncul. Hal ini menurutnya, menjadi sebuah pergunjingan yang berpotnsi menurunkan marwah Pers itu sendiri.

"Inilah masalah kita bersama pak. Sudah berlangsung lama di dunia Pers kita. ada orang-orang tertentu yang kemana-mana mengaku sebagai wartawan, dengan menunjukkan identitas, bahkan nama medianya. 

"Namun sayangnya, mereka tidak bekerja sebagaimana tuntutan Undang-undang Pers. Bahkan tidak sedikit yang terindikasi melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum. Misalnya, memeras dan menjadi backing pihak-pihak tertentu," ujar Feri dengan nada kesal.

Pihaknya meminta dan mendorong Pemerintah Daerah, agar memberikan ruang dan perhatian serius terhadap persoalan Pers, khususnya di Provinsi Riau. Karena menurutnya, persoalan dunia Pers merupakan persoalan sosial, yang tidak luput dari tanggung jawab Pemerintah selaku pengambil kebijakan. 

"Ini kan masalah sosial, realitas kehidupan, setiap orang ingin hidup sejahtera, tetapi harus di dukung kesiapan diri. Mungkin tidak ada lagi peluang lain, sehingga banyak orang memilih menjadi wartawan," ungkapnya. 

Kami kira itu tidak salah, hanya saja Feri berharap, sebaiknya miliki dulu kecakapan di bidang itu. Wartawan itu kan profesi yang membutuhkan skill. Harus mampu melakukan konfirmasi, wawancara, Investigasi, reportase, bahkan membuat berita yang sesuai dengan standar jurnalistik. Bukan asal jadi, melainkan ada parameter untuk layak disebut sebagai berita," pungkasnya.**


Batara Harahap

Komentar Via Facebook :