Atasi Abrasi Pantai Pakai Sampah, Cederai Program G20 Jokowi

Selatpanjang - Meski belum adanya penelitian yang menyatakan sampah bisa dimanfaatkan untuk mencegah abrasi pantai, namun kegiatan penumpukan sampah ke pinggir pantai Desa Mekong Kecamatan Tebing Tinggi Barat Kabupaten Kepulauan Meranti, dengan dalih menghambat abrasi pantai yang berhadapan langsung dengan laut Selat Malaka, karena over loadnya sampah di Kota Selatpanjang, masih terus dilakukan. Bupati Kepulauan Meranti, H. Muhammad Adil, S.H, masih belum mau menjawab program barunya tersebut dalam mengatasi kelebihan sampah di Kota Selatpanjang, Kepulauan Meranti, Riau.
Tak ayal, program Bupati yang katanya bisa mengatasi kelebihan sampah TPA Gogok, Kecamatan Tebingtinggi Barat, Kepulauan Meranti, untuk membenteng gelombang selat Malaka penyebab abrasi tersebut mendapat tanggapan beragam. Ada yang "memuji ?" Tetapi banyak juga yang mengkritik karena program ini dinilai tidak ramah lingkungan.
Saat ini warga disekitar lokasi penguburan sampah dipinggir Pantai Mekong, Tebingtinggi Barat, Kepulauan Meranti, Riau, tersebut sudah resah dengan bau busuk. Nelayan juga mengeluhkan jaring mereka setiap hari dapat kantong plastik kresek. Hal itu diduga terjadi setelah pohon kelapa yang digunakan sebagai benteng gelombang mulai berongga dan tak mampu menahan ratusan Ton sampah dipinggir pantai Mekong tersebut.
"Konfirmasi pak bupati... Sampah membendung gelombang di pantai Mekong sudah hanyut kelaut dibawa gelombang... Warga juga mengaku mulai resah dengan bau busuk setiap hari... Apa selanjutnya program bapak mengatasi ini... Makasih," demikian konfirmasi yang dikirimkan redaksi kabarriau/babe, Minggu (12/12/21) pagi, namun belum dijawab oleh Bupati.
Sebelumnya juga beberapa kali dikonfirmasi terkait kasus sampah di pantai desa Mekong, H. Muhammad Adil, tidak pernah merespon berbagai konfirmasi yang disampaikan media ini, saat dilaporkan Yayasan lingkungan hidup "Anak Rimba Indonesia (ARIMBI)" ke Dit Reskrimsus Polda Riau, Adil pernah menjawab "Jooos".
Dari pantauan Tim ARIMBI dilokasi Pantai Mekong tersebut, sekitaran pantai mulai terlihat sampah plastik hanyut kelaut, dan bau busuk sampah cukup menyesakkan hidung. Bahkan pohon kelapa sudah miring diterjang gelombang selat malaka.
Melihat kondisi ini Kepala Suku Yayasan ARIMBI, Mattheus. S, kembali angkat bicara dan berharap proses hukum terhadap laporan pencemaran lingkungan hidup di Mapolda Riau ini segera ditutantaskan.
Tentunya hal itu, beber Mattheus, "dalam upaya menunjukkan kesiapan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memimpin kelompok negara G20 pada tahun depan akan ternodai kalau sampah ini hanyut kelaut Selat Malaka".
"Program tersebut jelas bertemakan Bangkit Bersama, Bangkit Lebih Kuat, nah pak Jokowi selaku Presiden yang dipercaya memimpin G20 itu tentunya akan terlihat tidak konsisten dalam pelestarian lingkungan, akibat program Pemerintah Daerah yang tidak ramah lingkungan dan melanggar sejumlah peraturan perundangan itu," sebut Mattheus.
"Ingat pak Bupati Adil, pak Jokowi mengatakan inklusivitas dan ekonomi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan akan menempati urutan teratas dalam program utama yang akan dijalankan Pemerintah Indonesia pada 2022 nanti," kata Mattheus.
"Kita berharap Pak Jokowi perintahkan Kapolri agar kasus yang kita laporkan pidananya di Mapolda Riau ini menjadi proritas" pungkas Mattheus yang saat ini juga mempertanyakan 3 laporan pidana lingkungan lainnnya di Dit Reskrimsus Polda Riau masih "jalan ditempat".
Kadis DLHK Riau juga dicoba redaksi dimintai pendapat terkait kewenangannya, sayang Ma'mun Murod belum menjawab. Terakhir ada pula warga Kepulauan Meranti yang berdomisili di Pekanbaru, mengatakan "apakah tanggung jawab permasalahan lingkungan hidup hanya di bebankan kepada aktivis lingkungan (ARIMBI.red) atau tanggung jawab dari stakeholder pemerintah dan masyarakat ?".**
Komentar Via Facebook :