Normalisasi Sungai Kerumutan Kata ARIMBI Melawan Hukum, Mattheus; Makanya Kita Berniat Melaporkan

Normalisasi Sungai Kerumutan Kata ARIMBI Melawan Hukum, Mattheus; Makanya Kita Berniat Melaporkan

Pekanbaru - Ribut antara Pemerintah Kabupaten Pelalawan dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau soal kegiatan Normalisasi sungai Kerumutan beberapa waktu lalu diduga dipicu oleh arogansi Bupati yang terkesan mengabaikan aturan dan peraturan perundang-undangan terkait Analisa Dampak Lingkungan (ANDAL) Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL), Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) dan izin lingkungan.

Dalam sebuah pemberitaan yang dilansir beberapa media pada Selasa (20/09/22) lalu, saat melakukan rapat virtual yang juga dihadiri Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari (PHL), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, perwakilan BBKSDA Riau dan beberapa NGO pemerhati lingkungan, Bupati Pelalawan, H Zukri sempat mengutarakan kekecewaannya karena kegiatan normalisasi sungai Kerumutan ditentang oleh BBKSDA Riau.

Saat itu Bupati Zukri mengatakan kecewa karena kegiatan tersebut ditentang, "ketika kami berupaya melakukan pembersihan (sungai Kerumutan) dilarang bahkan mau dipidanakan. Jujur saya tidak bisa berkomentar dan bahkan kecewa. Padahal pembersihan sungai Kerumutan sudah lama diinginkan masyarakat setempat," tegasnya saat itu pada media.

Lanjut Bupati Zukri saat itu, tujuan kita melakukan pembersihan sungai Kerumutan adalah baik, tidak ada maksud ngapa-ngapain. "Tujuannya adalah mempertahankan bumi, hutan seluruh flora dan fauna diciptakan Allah dan memperbaiki kembali, itulah mimpi kita," ujarnya ketika itu.

Namun terkait kegiatan normalisasi atau pencucian sungai Kerumutan tersebut, diam-diam Yayasan Anak Rimba Indonesia (ARIMBI) rupanya melakukan pendalaman dan menemukan beberapa fakta hukum.

Disamping posisi sungai Kerumutan yang berada dalam kawasan hutan Suaka Margasatwa (SM) Kerumutan, ternyata kegiatan yang dilakukan dengan menggunakan dana Corporate Social Responsibility (CSR) tujuh perusahaan tersebut juga diduga tanpa dilengkapi ANDAL, RKL-RPL dan izin lingkungan.

Hal tersebut disampaikan Kepala Suku Yayasan ARIMBI, Mattheus, Selasa (25/10/22) di markas rembuk Pekanbaru menanggapi persoalan tersebut.

"Sangat disayangkan tujuan baik pak Bupati tersebut terganjal oleh aturan perundang-undangan. Semestinya jika itu dilakukan dengan memenuhi syarat dokumen lingkungan tentu akan multi manfaat. Disatu sisi masyarakat terbantu, tetapi disisi lain masyarakat teredukasi dan patuh terhadap peraturan perundang-undangan," ujar Mattheus.

Lanjut Mattheus, dari data yang berhasil dikumpulkan oleh ARIMBI, kegiatan normalisasi atau katanya cuci sungai tersebut sebenarnya telah terencana dengan baik, hanya saja rencana tersebut tidak matang karena tim konsorsium yang dibentuk tidak melakukan pengurusan perizinan untuk melaksanakan kegiatan tersebut.

"Jadi, niat baik Bupati tadi menjadi tidak baik ketika dilakukan dengan cara melawan hukum. Ditambah lagi dengan adanya surat yang ditandatangani Bupati perihal permintaan pencairan sejumlah dana kepada perusahaan, apakah itu domain seorang Bupati ?," papar Mattheus.

"Iya, kita sudah kirimkan somasi kepada Bupati, DLH Pelalawan dan tujuh perusahaan yang kita duga terlibat mendanai kegiatan normalisasi ilegal sungai Kerumutan tersebut," pungkasnya saat ditanya langkah yang akan dilakukan ARIMBI dalam persoalan ini.

Dari dokumen rapat awal perusahaan dengan Pemkab Pelalawan yang didapat oleh ARIMBI, bahwa jelas dituliskan kegiatan tersebut merupakan normalisasi sungai, namun setelah ditentang oleh BBKSDA Riau kabarnya pihak pemerintah ini “kompak” sama-sama berdalih pembersihan sungai.

“Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata normalisasi memiliki arti sebuah tindakan menjadikan normal atau biasa kembali atau tindakan mengembalikan pada keadaan, hubungan, dan sebagainya yang biasa atau yang normal,” kata Mattheus.

Hal itu senada dengan pernyataan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Pelalawan Eko Novitra, ST, M.Si saat di konfirmasi dia menyebut, “perlu saya sampaikan bahwa pencucian sungai Kerumutan tidak perlu.persetujuan lingkungan, karena dia bukan normalisasi dan kegiatan pencucian, dan tidak jadi dilakukan di dalam kawasan SM yang di cuci hanya di luar SM karena perrimbangan belum ada izin nanti bisa di tanyakan sama BKSDA,” katanya.

Pernyataan Kadis Eko Novitra yang menyebut mencuci sungai tidak dalam Kawasan Hutan Suaka Margasatwa (SM) Kerumutan ini ditentang warga Kerumutan, sebab mulai normalisasi dimulai dari pintu SM Kerumutan yaitu di desa Kopau, Kecamatan Kerumutan, Pelalawan.

“Lihat tu setelah sungai dalam kawasan SM dibuka semua kayun alam dalam hutan pada membanjiri pinggir sungai,” kata warga Atan.**


Eko Sulastono

Komentar Via Facebook :