Diduga Catut Nama Organisasi Pers Riau
Amankah Sawit Oberlin Marbun dalam Kawasan Hutan, Apkasindo Menghimbau - Tommy; Proses Pidananya

Pekanbaru - Setelah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, mengumumkan kepada publik bagi para pengusaha yang berkebun sawit dalam kawasan hutan yang akan didata Pemerintah melalui Satgas Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara, banyak banyak pengusaha yang kasak kusuk bahkan ada yang takut akan kehilangan kekayaan.
Pernyataan Luhut perusahaan harus melaporkan secara mandiri, “jangan macam-macam Pemerintah mempunyai citra satelit, jadi jangan coba-coba membohongi Pemerintah, jumlah sawit dalam kawasan hutan atau yang belum mempunyai izin usaha yang tidak bayar pajak 16,8 juta hektar,’ katanya.
Atas terbentuknya Satgas Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara ini pegiat lingkungan, Tommy Freddy Manungkalit SKom SH, ikut angkat bicara terkait banyaknya pengusaha di Riau yang sebelumnya kegirangan merambah hutan untuk lahan sawit.
“Kita apresiasi terbentuknya Satgas Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara ini, sebab besar kemungkinan tidak ada celah bagi pengusaha sawit yang selama ini mengatasnamakan masyarakat mengelak dari kejaran Satgas ini,” kata Tommy, Senin (3/7/23).
Kata Tommy, untuk masyarakat kecil atau kelompok tani yang anggotanya hanya menguasai lahan di bawah 5 hektar dan bertempat tinggal lima tahun berturut-turut di dalam atau sekitar kawasan hutan, tidak dikenakan sanksi administratif dan diberikan solusi dalam bentuk akses legal melalui penataan kawasan hutan.
Pengakuan wartawan yang dekat dengan mantan Bupati Pelalawan HM Harris, menyebut Kebun dalam kawasan HPT Tesso Nilo tepatnya di wilayah Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) Pelalawan, Riau, diduga pemiliknya adalah Oberlin Marbun.
“Pertanyaannya apakah tim Satgas ini akan menerima laporan untuk kebun Oberlin Marbun dalam kawasan hutan yang tinggal di Pekanbaru, yang diduga memiliki kebun ratusan hektar dalam kawasan hutan berlaku tidak UU Cipta Kerja pada beliau,” kata Tommy.
Kata Tommy, “dalam UU Cipta Kerja tidak ada pemutihan dan pengampunan bagi pengusaha yang tinggal di luar kawasan hutan. Saya sepakat menyelesaikan terbangunnya usaha atau kegiatan sebelum UU Cipta Kerja di dalam kawasan hutan yang ditandai selesainya proses hukum administrasi”.
“Namun pidananya dilanjutkan. Seperti dalam pasal 110 B UU Cipta Kerja, kawasan hutan tolong kembalikan statusnya termasuk lahan Oberlin Marbun,'' kata Tommy.
Jelas kata Tommy dalam UU Cipta Kerja ini mengatakan, pendekatan hukum yang digunakan memang ultimum remedium atau mengedepankan sanksi administratif.
“Namun ingat bukan berarti sanksi hukum hilang begitu saja. Pengenaan sanksi administratif digunakan untuk memberi ruang bagi kelompok masyarakat yang berada di dalam kawasan, contohnya akibat perubahan tata ruang, kebijakan ijin lokasi yang dikeluarkan Pemda, dan juga kelompok rakyat kecil yang telah bermukim lima tahun berturut-turut,” katanya.
Nanti tentu kalau benar kebun Oberlin Marbun dalam kawasan hutan maka akan diidentifikasi penyelesaiannya melalui pasal 110 A dan pasal 110 B UU Cipta Kerja.
Kebijakan ini hanya berlaku bagi yang sudah beraktifitas dalam kawasan sebelum UU Cipta Kerja. Jika masih melakukan kegiatan baru dalam kawasan hutan setelah UU Cipta Kerja disahkan 2 November 2020 lalu.
“Maka langsung dikenakan penegakan hukum dengan mengedepankan sanksi pidana, tidak berlaku lagi sanksi administratif untuk mereka,'' tegas Tommy.
Dalam UU Cipta Kerja ini kata Tommy, “jika sanksi administrasi dalam bentuk denda tidak dipenuhi, maka barulah melangkah ke sanksi penegakan hukum berikutnya, mulai dari pencabutan ijin dan paksaan pemerintah berupa penyitaan dan paksa badan”.
''Pasal 110 A dan B UU Cipta Kerja hanya mengurusi kegiatan yang sudah terbangun dalam kawasan hutan. Jadi kalau ada yang bermain-main dalam kawasan hutan setelah UU Cipta Kerja disahkan kebun sawit dalam kawasan hutan tanpa memiliki perizinan atau persetujuan Menteri, segeralah berhenti karena pasti langsung dikenakan sanksi pidana,'' ulas Tommy.
Lagi-lagi Oberlin Marbun dikonfirmasi Senin (3/7/23) siang tidak menjawab, namun awal berita terbit dia pernah menjawab “jangan tanya-tanya itu,” katanya.
Dari banyak informasi dari banyak anggota wartawan organisasi Pers di Riau ini, Oberlin Marbun memang memiliki kebun dalam kawasan hutan TNTN di Pelalawan.
“Saat itu Datuk Wahab akan membuka lahan di lokasi HPH Siak Raya Timber seluas 6000 hektar, dia datang ke jalan Sumatera mengusulkan untuk anggota termasuk saya tahap pertama 500 surat (1000 H), dan untuk anak kemenakan Datuk Wahab 2000 surat (4000 H). Kemudian belakangan kami dengar berubah atas nama oknum,” kata salah seorang anggota yang saat ini namanya belum mau dimunculkan.
“Awalnya kebun itu dibangun membawakan nama organisasi untuk kesejahteraan anggota namun belakangan tanpa setahu anggota kebun itu tiba-tiba berubah menjadi kebun pribadi OM dan kawan-kawan,” ulasnya.
Pengakuan salah seorang mantan Pegawai Kehutanan Pelalawan, menyebut pernah akan mendata kebun diduga milik Oberlin Marbun, namun saat akan melakukan pengukuran GPS di lokasi itu mereka dihalau orang yang mengaku ormas, “ini dibawah pengawasan PP,” demikian ancam penjaga kebun tersebut saat itu.
Menanggapi ada yang menyebut nama PP ini, Ketua Umum MPW Pemuda Pancasila Riau H Arsadianto Rachman, dikonfirmasi mengaku terkejut, “jangan bawa-nama organisasi backup ilegal apalagi beliau? bukan anggota,” kata H Anto demikian panggilan akrabnya.
Menanggapi konfirmasi redaksi Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat-Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPP-Apkasindo), Gulat Medali Emas Manurung, menjawab kalau Oberlin Marbun bukan termasuk anggota Apkasindo, namun jelasnya sesuai mekanisme UU Cipta Kerja setiap orang yang berkebun dalam kawasan hutan “kalau melaporkan kebun sawitnya maka akan diampuni Pemerintah sepanjang yang bersangkutan mengajukan permohonan ke KLHK dan melalui tahapannya prosedur nya.
“Pelaporan mandiri melalui SIPERIBUN diawali dengan pelaporan oleh perusahaan, dan setelah itu masyarakat dan koperasi juga dapat diharapkan bisa ikut melakukan pelaporan mandiri tersebut,” katanya menjawab Senin (3/7/23).**
Komentar Via Facebook :