Pembangunan PLTA Upper Cisokan Labrak UU Ketenagalistrikan "Ganti Rugi Kabur Seret ke Kejaksaan"

Pembangunan PLTA Upper Cisokan Labrak UU Ketenagalistrikan "Ganti Rugi Kabur Seret ke Kejaksaan"

Jakarta - PT PLN (Persero) disinyalir belum menuntaskan kewajibannya dalam hal ganti rugi atau kompensasi atas tanah yang digunakan untuk kepentingan proyek PLTA Upper Cisokan, Jawa Barat.

Seharusnya perusahaan BUMN itu mematuhi Undang-undang Nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, terkait progres pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Upper Cisokan tersebut.

Berdasarkan informasi PT PLN disinyalir belum menuntaskan kewajibannya dalam hal ganti rugi atau kompensasi atas tanah yang digunakan untuk kepentingan proyek PLTA Upper Cisokan tersebut.

Untuk diketahui, bunyi pasal 30 ayat 1 UU Nomor 30 tahun 2009 menegaskan bahwa penggunaan tanah oleh pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik, dalam hal ini PT PLN, harus untuk melaksanakan haknya dengan memberikan ganti rugi hak atas tanah atau kompensasi kepada pemegang hak atas tanah, bangunan, dan tanaman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Adapun PT PLN telah bersepakat menjalin kerja sama pendanaan sebesar USD380 juta dari USD610 juta untuk membangun PLTA Upper Cisokan tersebut.

Sampai saat ini PT PLN belum jelas dalam pemenuhan kewajibannya kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) atas Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), yang lahannya digunakan untuk pembangunan PLTA Upper Cisokan itu.

PLTA dengan total kapasitas 1.040 Megawatt (MW) tersebut dibangun di perbatasan wilayah Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Komitmen pendanaan ini ditandai dengan penandatanganan Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman (NPPP) yang diselenggarakan di Auditorium PLN Kantor Pusat, antara PLN dengan Kementerian Keuangan melalui skema perjanjian penerusan pinjaman atau Subsidiary Loan Agreement (SLA) pada Senin, 14 Maret 2022.

Namun ironisnya, terkait dengan progres pembangunan PLTA tersebut, PT PLN belum menuntaskan kewajibannya yang cukup mendasar, yakni dalam hal Pemenuhan Kewajiabn atas IPPKH dari KLHK.

Pada tanggal 1 Desember 2021, KLHK melalui surat resminya yang bernomor S.1027/PKTL-REN/PPKH/PLA.0/12/2021, telah memberikan tanggapan atas surat permohonan perpanjangan waktu pemenuhan komitmen atau kewajiban IPPKH/Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan tersebut kepada PT PLN.

Surat tanggapan tersebut ditandatangani langsung oleh Dirjen, Direktur Rencana, Penggunaan, dan Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan KLHK, Roosi Tjandrakirana.

Adapun dalam surat tanggapan itu dijelaskan bahwa PT PLN memohon perpanjangan waktu pemenuhan komitmen penyerahan lahan kompensasi terhadap tiga IPPKH, yang di antaranya adalah IPPKH untuk mega proyek Pembangunan PLTA Upper Cisokan.

Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal nomor 63/1/IPPKH/PMDN/2016 tanggal 19 September 2016, lahan yang digunakan untuk mega proyek PLTA Upper Cisokan seluas 409 Ha dengan jangka waktu 20 tahun.

PT PLN belum menyediakan kekurangan lahan kompensasi seluas 665,727 Ha, di mana pada saat itu masih dilakukan proses clean & clear calon lahan kompensasi seluas 532,7209 Ha. “Dan sisanya seluas 133,006 Ha belum mendapatkan lahan,” demikian isi surat itu.

Pemerintah sudah membuat sejumlah regulasi terkait penggunaan kawasan hutan, yang tertuang dalam PP No. 24/2010 jo PP 61/2012 jo PP 105/2015 tentang Penggunaan Kawasan Hutan; Permen LHK 27/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2018 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan; PP 23 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan Kehutanan; dan Permen LHK 7 Tahun 2021 tentang Perencanaan Kehutanan, Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan, Serta Penggunaan Kawasan Hutan.

“Kami Hanya meminta hutan ganti hutan, itu saja, Jelas dalam surat KLHK Desember 2021, menolak perpanjangan PLN dan melarang berkegiatan di Area IPPKH Cisokan, namum PLN seakan mengabaikan surat tersebut” ujar Korlap Aliansi Masyarakat Jawa Barat, Agus Satria kepada Media Tata Ruang.

Menurutnya, pengemplangan tanah ini banyak dilakukan oleh kalangan perusahaan, baik BUMN maupun swasta, bahkan perusahaan-perusahaan yang telah melenggang di bursa saham Bursa Efek Indonesia (BEI).

“Di Tengah isu perubahan iklim sekarang ini mestinya para pemegang kewajiban kehutanan patuh akan aturan yang ada bukan mencari cari peluang untuk menghindar dan mengabaikan dari Kewajiban, guna mengawal pengemplangan dan pengabaian ini kami akan membuat aduan kepada pihak Kejaksaan, karena dalam pasal 30 Undang-undang nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, itu sudah jelas bahwa pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik wajib melaksanakan haknya dengan memberikan ganti rugi hak atas tanah atau kompensasi kepada pemegang hak atas tanah, yang dalam hal ini adalah KLHK,” tegas Agus.***


Redaksi

Komentar Via Facebook :