"PERHATIAN" Jadi Kode Kesepakatan Uang Suap

Line Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo, menceritakan kronologis kasus suap opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kepada Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).
Agus mengatakan, kasus ini diawali dari upaya Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendes PDTT, Sugito, mendapatkan opini WTP terhadap laporan keuangan Kemendes PDTT di tahun 2016 pada Maret 2017. Sugito lantas mendekati sejumlah auditor BKP.
Baca Juga : KPK Tetapkan Irjen Kemendes Tersangka
"Kode untuk uang suap yang disepakati adalah "PERHATIAN"," kata Agus dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (27/5) sore.
Lalu, kata Agus, KPK mendapat informasi akan terjadi tindak pidana korupsi. Kemudian, KPK menggelar Operasi Tangkap Tangan (OTT) di kantor BPK dan di kantor Kemendes PDTT, Jumat (26/5).
Baca Juga : KPK Segel Satu Ruangan di Kemendes PDTT
OTT di kantor BPK mulai pukuk 15.00 WIB hingga 17.30 WIB. Dari kantor ini, petugas KPK pengamankan enam orang, yakni; Jarot Budi Prabowo (Eselon III di Kemendes PDTT), Rochmadi Saptogiri (Eselon I BPK), Ali Sadli (Auditor BPK), Sekretaris RS, sopir JBP, dan seorang satpam.
Petugas KPK menemukan Rp40 juta di ruang kerja Ali Sadli. Diduga uang itu bagian dari total komitmen sebesar Rp240 juta. "Sebelumnya di awal Mei 2017 telah diserahkan Rp200 juta," ujar Agus
Baca Juga : Penangkapan Pejabat BPK Terkait Opini WTP
KPK lalu mendatangi Kemendes PDTT pukul 16.20 WIB di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, dan berhasil mengamankan Sugito. Total uang yang diamankan KPK dalam OTT ini mencapai Rp1,22 miliar. Uang yang diamankan itu terdiri dari Rp40 juta, Rp1,14 miliar, serta US$3.000.
KPK juga telah menetapkan Sugito, Jarot Budi Prabowo, Rochmadi Saptogiri dan Ali Sadli sebagai tersangka.
Baca Juga : Tiga Pejabat BKP Ditangkap KPK
Sugito dan Jarot merupakan pihak pemberi suap. Keduanya dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo, Pasal 64 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Rochmadi dan Ali Sadli merupakan pihak penerima suap. Keduanya dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo, Pasal 64 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. **
Komentar Via Facebook :