Kebijakan Bahlil Lahadalia Dinilai Bisa Merugikan Negara, CERI; Bahasa Langit ENTIK Modus Mengecoh Publik

Kebijakan Bahlil Lahadalia Dinilai Bisa Merugikan Negara, CERI; Bahasa Langit ENTIK Modus Mengecoh Publik

Jakarta - Pada rilis Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman sebelumnya, dasar hukum dan referensi hukum yang digunakan SKK Migas sebagai rahim yang melahirkan PTK 065/2017 selain lemah tak berakar, “ternyata juga aneh”. 

Anehnya, papar Yusri, sebagai referensi hukumnya mencamtumkan Surat Menteri ESDM Nomor 5543/13/MEN.M/2014 tentang Penunjukan PT Pertamina (Persero) untuk Mengelola Seluruh Minyak Mentah/Kondensat Bagian Negara dan SK Kepala SKK Migas KEP-0131/SKKO0000/2015/S2 tentang Penunjukan PT Pertamina ( Persero) sebagai Penjual Seluruh Minyak Mentah dan atau Kondensat Bagian Negara tanggal 13 Agustus 2015 serta Perjanjian Penunjukan Penjual Seluruh Minyak Mentah dan Kondensat bagian negara antara SKK Migas dan PT Pertamina (Persero) tanggal 15 September 2015.

"Sehingga menimbulkan tanda tanya, apa maksud tujuannya diterbitkan PTK 065-2017 tersebut ? Apakah hanya untuk menyingkirkan Pertamina agar bisa dialihkan ke Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) ?," ungkap Yusri. 

Karenanya, CERI menilai kebijakan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang melarang ekspor minyak mentah dan kondensat bagian negara sebagai langkah cerdas dan patut didukung untuk kemandirian energi nasional.

"Kami pun yakin komitmen Kepala SKK Migas Djoko Siswanto demi kemandirian energi nasional akan segera mereview Pedoman Tata Kerja Nomor : PTK - 065/SKKMA0000/2017/SO tentang Penunjukan Penjual dan Penjualan Minyak Mentah dan/atau Kondensat Bagian Negara (PTK 065/2017 tentang MMKBN)  agar terjaminnya pasokan minyak mentah  dan kondensat dari dalam negeri untuk kilang Pertamina, SKK Migas sesuai tupoksinya mengendalikan KKKS, bukan sebaliknya" ungkap Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, Kamis (30/1/2025) di Jakarta. 

"Apakah SKK Migas lebih mempercayai KKKS asing dan swasta dari pada Pertamina? atau jangan-jangan KKKS lebih bisa diajak kongkalikong daripada Pertamina ? Hal ini harus diungkap motifnya," sambung Yusri. 

Lagi pula, lanjut Yusri, di dalam kuasa jual Minyak Mentah Dan/Atau Kondensat Bagian Negara (MMKBN) ke KKKS itu tidak diatur secara rigit bagaimana mekanisme teknis dalam menjual MMKBN. 

"Sebab pada poin 2.2.2 di dalam PTK 065-2017 menyatakan bahwa penjualan MMKBN dilakukan oleh Badan Usaha selain KKKS sebagai penjual yang ditunjuk, sedangkan minyak mentah dan atau kondensat bagian KKKS dikomersialisasikan sesuai mekanisme yang berlaku di KKKS. Itu namanya MMKBN digendong ditumpuk ke minyak mentah milik KKKS," ungkap Yusri.

Yusri menegaskan, sesuai bunyi poin 2.2.2 PTK 065-2017 di atas, maka penjualan MMKBN bisa terjadi tidak ditenderkan jika KKKS menerapkan kebijakan internalnya tidak perlu ditenderkan. "Di sinilah cilakanya," tegas Yusri. 

Menurut Yusri, penggunaan bahasa langit seperti Election in Kind dan Election Not To Take in Kind (ENTIK) bisa dianggap  hanya sebagai siasat mengecoh publik bahwa seolah-olah  aturan PTK ini sangat baik dan terkonsep dengan naskah akademik yang benar dan sangat menguntungkan negara, meskipun bisa terjadi malah kebalikannya.

Anehnya Kepala SKKMigas Djoko Siswanto sepakat dengan usulan CERI merevisi PTK 065 - 2017 itu.

"Jadi catatan-catatan tersebut diataslah yang mendasari kami CERI akan menggugat produk PTK 065/2017 tersebut untuk bisa disempurnakan agar bisa lebih menguntungkan untuk kepentingan kemandirian energi nasional," pungkas Yusri.**


Komentar Via Facebook :