Kerusakan Lingkungan Timah vs Exxon ValdezEE

XXON Valdez, sebuah kapal tanker milik ExxonMobil, berlayar dari terminal dekat Valdez dengan membawa minyak kurang lebih sebanyak 11 juta galon atau 275 ribu barel berlayar menuju Pesisir Timur Amerika Serikat. Pada tanggal 12 Maret 1989, Exxon Valdez mengalami kecelakaan dengan menabrak karang Bligh Reef di dekat Pulau Busby. Insiden tersebut menyebabkan lambung kapal robek, mengakibatkan tumpahan minyak.
Setelah kebocoran berlangsung selama beberapa waktu, kurang lebih 100 mil persegi Pantai Alaska tertutup lapisan minyak, dan kurang lebih 1100 mil garis Pantai Alaska turut tercemar oleh lapisan minyak.
Upaya ExxonMobil
Bentuk tanggung jawab yang dilakukan oleh ExxonMobil yaitu mengerahkan lebih dari 12 ribu orang, termasuk dengan nelayan yang tidak bisa melaut karena terdampak, untuk membersihkan lapisan minyak serta menumpuk bangkai ikan, burung dan hewan laut lainnya yang mati.
ExxonMobil mengklaim telah menyelamatkan 230 berang-berang, dengan biaya penyelamatan sebesar US$40.000 per-ekor. Berdasarkan perhitungan terakhir, total burung yang mati diperkirakan antara 30 ribu sampai 40 ribu ekor. Selain itu, lebih dari 1000 ekor berang-berang turut mati, dan jumlah ikan yang mati tidak terhitung.
Total biaya yang dikeluarkan oleh ExxonMobil mencapai US$ 1,2 miliar. Dari total biaya tersebut, asuransi menanggung biaya sebesar US$ 400 juta. Sebagai perbandingan, pendapatan ExxonMobil pada tahun 1989 sebesar U$5,2 miliar.
Pada tahun 1994, juri pengadilan di Alaska menetapkan bahwa ExxonMobil bersama Mr. Hazelwood selaku kapten Exxon Valdez, telah lalai dalam menjalankan kewajibannya, yang menyebabkan terjadinya insiden tersebut. Selain itu, ExxonMobil diwajibkan membayar ganti rugi US$ 287 juta kepada 15,000 nelayan serta dikenai denda sebesar US$ 5 miliar sebagai hukuman atas kerusakan lingkungan. Jika dikonversikan ke Rupiah dengan kurs Rp 16,000 per
US$ total ganti rugi mencapai Rp 80 triliun. Total biaya yang dikeluarkan oleh ExxonMobil mencapai US$ 6,1 miliar atau Rp 100 triliun, dengan US$ 400 juta di antaranya ditanggung oleh
asuransi. Sedangkan Mr. Hazelwood dikenai denda sebesar US$ 5,000.
Insiden Exxon Valdez menjadi salah satu referensi musibah lingkungan yang terbesar di dunia, dimana ExxonMobil sebagai pihak pencemar bertanggung jawab untuk memulihkan lingkungan
sekitar lokasi insiden, memberikan ganti rugi kepada masyarakat yang terdampak, serta membayar denda kepada Pemerintah Daerah Alaska.
Kasus timah di Indonesia
Di Indonesia, muncul kasus timah yang kontroversial karena hukuman yang dijatuhkan oleh hakim dianggap terlalu ringan, yakni hanya hukuman penjara dan denda ganti rugi sebesar Rp.
210 miliar. Terdakwa dalam kasus ini, Harvey M, dinyatakan telah mengakibatkan kerugian keuangan negara yang mencapai Rp 300 triliun atau setara dengan US$ 18,3 miliar, hampir tiga kali lipat dari biaya yang dikeluarkan oleh ExxonMobil dalam insiden Exxon Valdez.
Seiring berjalannya waktu, kasus timah ini terus berkembang hingga pengacara negara menetapkan korporasi sebagai tersangka dalam perkara yang berbeda karena diduga memiliki keterlibatan dengan Harvey M.
Seperti yang dikenakan kepada terdakwa perorangan, korporasi yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus timah juga seharusnya dihukum dengan kewajiban untuk membayar
denda. Dalam menetapkan denda kepada korporasi, pengadilan wajib untuk mempertimbangkan besaran denda yang akan dikenakan dengan memperhatikan kemampuan Perusahaan dalam membayar denda tersebut, baik korporasi tersebut mempunyai Izin Usaha Pertambangan (IUP) maupun yang tidak mempunyai. Bagi pemegang IUP, perhitungan ganti rugi dapat mengacu pada Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (Amdal) yang dimiliki oleh korporasi. Namun, ketentuan ini tentu berbeda dengan yang tidak mempunyai IUP karena tidak ada Amdal yang dapat dijadikan sebagai referensi.
Ketentuan mengenai bagaimana ahli menghitung kerugian negara dalam kasus timah tidak diperlukan untuk dipertanyakan, kecuali terdapat faktor lain yang dapat menjadi pertimbangan
lain dan memberikan perhitungan yang berbeda. Apabila perhitungan kerugian diakui dan telah disahkan dalam putusan hakim, maka perhitungan tersebut memiliki kekuatan hukum tetap jika tidak ada upaya hukum banding atau kasasi.
Penegakan putusan ini menjadi tugas pengacara negara untuk merealisasikan perhitungan tersebut agar dapat bermanfaat bagi masyarakat, bukan hanya memperberat hukuman.
Ganti Rugi
Perlu diperhatikan, bahwa biaya ganti rugi untuk mengembalikkan kerusakan lingkungan kepada kondisi awal merupakan ketentuan yang diatur dalam tindak pidana lingkungan. Ketentuan ini tidak dikenal dalam tindak pidana korupsi.
Menurut Andri Gunawan Wibisana, jika pemerintah ingin memulihkan atau menuntut ganti rugi kerugian lingkungan, seharusnya kasus timah ini dibawa ke ranah tindak pidana lingkungan. Namun dalam pelaksanaanya, perlu diperhatikan mengenai tata cara dan pelaksanaanya untuk memastikan bahwa ganti rugi tersebut benar-benar bermaanfaat bagi masyarakat, terutama bagi pihak-pihak yang telah atau akan kehilangan haknya akibat kerusakan lingkungan.
Persepsi yang berkembang dalam kasus timah terus berubah, dengan masyarakat beranggapan bahwa ada uang negara yang berpindah tangan ke para koruptor. Meskipun jaksa telah
memberikan penjelasan mengenai asal-usul angka kerugian tersebut, pandangan masyarakat di
sosial media tidak pernah dikonfirmasi lebih lanjut oleh pihak kejaksaan. Hal ini menimbulkan polemik, seperti adanya tuntutan terhadap saksi ahli dalam perkara tersebut dengan tuduhan saksi ahli memberikan keterangan palsu di pengadilan.
Nilai yang fantastis dalam kasus timah menjadi sorotan, terutama karena nilai tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan nilai kerugian dalam insiden Exxon Valdez. Selain itu, ExxonMobil menerima sanksi setelah 5 tahun kejadian tersebut dan berupaya memulihkan kerusakan akibat kecelakaan tersebut.
Selain itu, terdapat perbedaan antara kasus timah dengan insiden Exxon Valdez. Dalam kasus timah, ditemukan adanya unsur kesengajaan untuk mencari keuntungan, baik secara pribadi maupun untuk perusahaan dengan cara melanggar aturan. Hal ini berbeda dengan insiden Exxon Valdez, yang terjadi karena kelalaian.
Bahwa Mr. Hazelwood, memiliki catatan sebagai pemabok dan surat ijin mengemudi yang dimilikinya pernah dicabut karena mengendarai mobil dalam keadaan mabuk. Saat insiden tersebut terjadi, diketahui bahwa Mr. Hazelwood berada dalam kondisi mabuk dan menyerahkan tugas sebagai kapten kepada orang lain saat kapal sedang berlayar.
Kelanjutan dan akhir dari kasus timah merupakan hal yang ditunggu-tunggu untuk melihat perkembangan terbaru yang dapat terjadi di hari-hari mendatang.***
Komentar Via Facebook :