INPEST Desak Kejagung, DPR, dan Sekretariat Negara Usut Tuntas Kasus PI Rp 488 Miliar di Rokan Hilir

Foto : Ketum INPEST Ganda Mora Saat mendatangi Kejagung RI
Jakarta , – Ketua Umum Independen Pembawa Suara Transparansi (INPEST), Ir. Ganda Mora, SH, M.Si, mendatangi Jaksa Muda Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mendesak percepatan pengusutan dugaan korupsi terkait dana Participating Interest (PI) sebesar Rp 488 miliar di BUMD Rokan Hilir yang dikelola oleh PT Sarana Pembangunan Rokan Hilir (SPHR). Selain Kejagung, Ganda Mora juga menyampaikan surat resmi kepada Komisi III DPR RI dan Kementerian Sekretariat Negara agar kasus ini mendapat perhatian serius dari Presiden Prabowo Subianto.
Dalam keterangannya kepada wartawan, Ganda Mora menyatakan bahwa pihaknya telah melaporkan kasus ini sejak 5 Juli 2024 dengan nomor surat 78/lap-INPEST/VII/2024. Laporan tersebut menyoroti dugaan penyalahgunaan dana PI yang diterima PT SPHR dari PT Riau Petroleum selaku perusahaan induk yang menyerahkan 10% PI kepada PT SPHR senilai Rp 488 miliar.
Ganda Mora mengungkapkan bahwa pihak penyidik pidana khusus (Pidsus) Kejagung telah memanggil beberapa pihak terkait, termasuk Direktur Utama PT Riau Petroleum, Komisaris Utama, Direktur Utama, Direktur Keuangan, dan Direktur Pengembangan PT SPHR. Selain itu, Sekretaris Daerah Rokan Hilir serta Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Rokan Hilir juga telah diperiksa. Namun, hingga kini, kasus tersebut belum mengalami peningkatan status dari penyelidikan (lidik) ke penyidikan (sidik).
“Kami mendesak Kejagung untuk lebih serius dan transparan dalam menangani kasus ini. Masyarakat Rokan Hilir sudah marah dan gerah dengan berbagai kejanggalan yang terjadi,” ujar Ganda Mora.
Beberapa kejanggalan yang disoroti INPEST dalam kasus ini meliputi:
1.Realisasi dana CSR Rp 19 miliar, yang diduga tidak sesuai dengan laporan pertanggungjawaban (LPJ) yang dipaksakan kepada masyarakat.
2.Pembelian kebun sawit seluas 600 hektare senilai Rp 50 miliar, yang tidak transparan dan tidak jelas lokasi serta waktu pembeliannya.
3.Penyertaan modal Rp 30 miliar untuk pembangunan rumah sakit di luar Kabupaten Rokan Hilir, yang dianggap tidak sesuai dengan kepentingan daerah.
4.Pembelian SPBU dengan anggaran Rp 20 miliar, padahal nilai kelayakan hanya sekitar Rp 14 miliar.
Selain itu, INPEST juga menyesalkan bahwa hingga kini Bupati Rokan Hilir, Afrizal Sintong, selaku pengguna anggaran belum pernah dipanggil oleh Pidsus Kejagung untuk dimintai keterangan.
Ganda Mora menyarankan agar Bupati terpilih segera mengambil langkah tegas dengan:
1.Melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk membatalkan RKA Perubahan yang dinilai tidak transparan.
2.Mengevaluasi jajaran Komisaris dan Direksi PT SPHR agar lebih profesional.
3.Membekukan operasional PT SPHR sementara waktu guna dilakukan audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), sehingga pengelolaan keuangan ke depan lebih transparan dan tidak terbebani permasalahan masa lalu.
INPEST berharap dengan desakan ini, pemerintah dan aparat penegak hukum segera bertindak cepat agar kasus dugaan korupsi PI Rp 488 miliar di Rokan Hilir dapat diusut tuntas demi kepentingan masyarakat dan transparansi dalam pengelolaan dana daerah." pungkas Ganda Mora .
Komentar Via Facebook :