CERI Membantah Jaksa Agung Bahwa Oplos atau Blending BBM Bukan Kebijakan Pertamina

CERI Membantah Jaksa Agung Bahwa Oplos atau Blending BBM Bukan Kebijakan Pertamina

Jakarta - Berdasarkan data dari salinan dokumen yang kami duga merupakan dokumen kontrak yang sudah diamandemen sejak 22 Agustus 2014 hingga November 2017 antara PT Orbit Terminal Merak (OTM) dengan Direktorat Pertamina Pemasaran dan Niaga (Persero) (PPN), kami menduga bahwa proses pengoplosan atau blending BBM masih dilakukan di Terminal BBM PT OTM hingga saat ini, jika oplos dilarang dipastikan BBM Pertalite dan lainnya akan mengalami kelangkaan di SPBU, demikian tanggapan Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) dan menyatakan membantah pernyataan Jaksa Agung yang menyatakan pengoplosan atau blending bahan bakar minyak (BBM) bukan merupakan kebijakan Pertamina. 

Penytataan ini dikatakan Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, Minggu (9/3/25). 

Oleh karena itu, lanjut Yusri, CERI secara tegas membantah pernyataan Jaksa Agung Sanitiar Burhanudin ketika didampingi Dirut Pertamina Simon Aloysius Mantiri pada Kamis (6/3/2025) di hadapan awak media yang telah menyatakan bahwa pekerjaan blending adalah pekerjaan aktifitas oknum bukan Pertamina secara korporasi. 

"Sebab, kami juga mendapatkan salinan dari yang kami duga Perjanjian Jasa Penerimaan, Penyimpanan dan Penyerahan BBM di Terminal BBM PT OTM  tertanggal 22 Agustus 2014 yaitu Perjanjian Nomor : 024/FOOOOO/2014 -S0 antara Direktur PT Pertamina Pemasaran dan Niaga (Persero) (PPN) yang diwakili Hanung Budya dan Presiden Direktur PT Terminal Orbit Merak (OTM) Gading Ramadhan Joedo," ungkap Yusri. 

Yusri membeberkan, penandatanganan perjanjian itu tak lama setelah Mochamad Riza Chalid mengambil alih seluruh kepemilikan terminal BBM dari Oil Tanking Deuthschland dan kemudian merubahnya menjadi PT Orbit Terminal Merak. Aksi korporasi Riza ini, rupanya setelah Riza dapat kepastian Pertamina sepakat menggunakan semua fasilitas Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) di Merak.

"Kemudian, di dalam draf yang diduga merupakan draf amandemen perjanjian itu disebutkan berdasarkan notulen rapat negosiasi antara PPN dengan OTM pada 1 Juli 2015, dinyatakan bahwa Para Pihak sepakat melakukan perubahan atas beberapa ketentuan dalam perjanjian, antara lain mengenai Minimum Thruput, Jenis Produk Yang Disimpan, Tarif Thruput Fee, Losses dan mata uang pembayaran," lanjut Yusri. 

Kemudian, ungkap Yusri, perjanjian itu dilanjutkan dengan menandatangani kesepakatan untuk pembayaran sebagian atas Thruput jasa penerimaan, penyimpanan dan penyerahan BBM di Terminal BBM PT OTM yang dituangkan dalam perjanjian nomor 101/F00000/2016-SO tanggal 19 Desember 2016, dilanjutkan lagi dengan kesepakatan kedua yang bernomor 031/FOOOOO/2017/2017-SO tertanggal 20 Juni 2017 yang telah disepakati oleh Para Pihak.

"Kemudian ada lagi amandemen yang ditanda tangani pada November 2017 oleh Direktur PT Pertamina Pemasaran & Niaga Muchammad Iskandar dengan Presiden Direktur PT OTM Gading Ramadhan Joedo," ungkap Yusri. 

Diungkapkan Yusri, Amandemen tahun 2017 tersebut menambah ketentuan Pasal 13 menjadi berbunyi, "Pembayaran Thruput fee sebagaimana diatur pada ayat (2) Pasal ini belum termasuk jasa kegiatan, termasuk tetapi tidak terbatas pada in-tank blending, injection additive/dyes dan analisa sampling (secara Bersama-sama selanjutnya disebut sebagai Pekerjaan Tambahan); dan Para Pihak sepakat dengan ketentuan pembayaran atas Pekerjaan Tambahan tersebut sebagaimana diuraikan pada tabel berikut:

A.    Pekerjaan Tambahan per Bulan Yang Tidak dikenakan Biaya:

  • Pekerjaan Tambahan Tarif
  • in- tank blending 2500 KL  per bulan
  • injection additive/dyes 2000 Liter perbulan
  • Analisa Sampling 15 Sample per Bulan

B.    Pekerjaan Tambahan per Bulan yang Dikenakan Biaya Apabilan Melebihi Ketentuan Butir a di atas:

  • Pekerjaan Tambahan Tarif
  • in- tank blending $1.5 / KL
  • injection additive/dyes $0.5 / L
  • Analisa Sampling $600 / sampel

Sampai dengan 60 sample/bulan. Namun demikian, kebutuhan Analisa sample jika melebihi 60 sampel / bulan akan dikenakan biaya sebesar Rp 3.500.000 per sampel.”

"Selain hal di atas, kami menjadi sangat heran setelah menelisik Laporan Hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu atas Pengadaan Minyak Mentah dan Produk Kilang Tahun 2018 sampai dengan Semester 1 Tahun 2021 pada PT Pertamina (Persero), Subholding dan Instansi terkait lainnya  oleh BPK RI sebanyak 184 halaman beserta lampirannya," ungkap Yusri. 

Dikatakan Yusri, keheranan itu karena di sana CERI tidak menemukan sedikit pun disinggung adanya temuan dalam pelaksanaan kontrak penggunaan TBBM PT Orbit Terminal Merak dengan Subholding Pertamina Patra Niaga. 

"Padahal seingat kami, mantan Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam testimoninya telah mensinyalir adanya oknum di BPK  yang diduga terlibat dalam penyimpangan dalam pengadaan minyak mentah dan produk kilang serta LPG setidaknya untuk periode 2018 - 2023," beber Yusri. 

Dikatakan Yusri, laporan BPK tersebut banyak mengungkap temuan fungsi Integrated Supply Chain (ISC) yang sejak tahun 2015 hingga tahun 2020 merupakan pusat kegiatan semua pengadaan minyak mentah dan BBM serta LPG yang kemudian di disentralisasikan ke Subholding PT Pertamina Patra Niaga untuk pengadaan BBM dan LPG serta pengadaan minyak mentah ke Subholding PT Kilang Pertamina International.

"Sebelumnya, CERI pada Kamis (6/3/2025) telah mengirim surat elektronik kepada Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung di mana kami berharap Kejaksaan Agung menjelaskan beberapa pernyataan Jaksa Agung dan Jampidsus yang kontroversial dan membuat masyarakat kebingungan memahami penjelasan Kejagung yang membuat kasus Pertamina ini justru semakin tidak jelas.  Semisal narasi yang mengatakan pengoplosan atau blending BBM itu hanya pada periode 2018 hingga 2023 saja. Namun kemudian muncul angka kerugian hampir mencapai Rp 1 kuadriliun," ungkap Yusri. 

Sangat tak masuk akal, kata Yusri, sebab hingga hari ini proses pengoplosan atau blending tetap berlangsung baik terhadap minyak mentah sebelum diolah masuk ke kilang, maupun terhadap produk kilang berupa BBM. 

"Jadi jika ada narasi sekarang tidak ada blending atau pengoplosan menurut hemat kami  itu adalah pernyataan yang menyesatkan. Termasuk pernyataan kontroversi Jampidsus Febri Ardiansyah yang menyatakan Erick Thohir dan Boy Thohir tidak terlibat padahal belum banyak saksi-saksi penting diperiksa oleh penyidik Pidsus Kejagung," ungkap Yusri. 

Lantaran, imbuh Yusri, konon kabarnya beredar informasi di kalangan pengusaha migas bahwa pada sekitar tahun 2022 ada pertemuan di rumah Ricardo Galael antara Ahok dengan Boy Tohir diharapkan bisa membuka kotak pandora siapa otak pelaku di belakang 9 orang tersangka saat ini.

Padahal, kata Yusri, pengoplosan atau blending BBM dan minyak mentah tidak melanggar peraturan apapun termasuk Tata Kerja Operasi (TKO) Pertamina sepanjang proses pengoplosannya dilakukan di kilang atau di  fasilitas TBBM yang memiliki izin pengolahan dan hasil produksi BBM nya harus sesuai ketentuan yang sudah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM.

"Adapun kerugian Negara sejumlah hampir Rp 1 kuadriliun, juga tidak masuk akal karena setara sekitar 80% dari penerimaan Pertamina Holding sepanjang tahun 2024 sebesar USD 75 Miliar atau setara Rp 1.237,5 Triliun (kurs Rp 16.500)," beber Yusri. 

Menurut hukum kita pun, jelas Yusri, hanya BPK dan BPKP yang boleh menghitung kerugian negara termasuk akibat tindak pidana korupsi. "Apakah angka kerugian yang hampir Rp 1 kuadriliun yang disebut Kejagung itu merupakan hasil  audit BPK atau BPKP?," tanya Yusri. 

Selain itu, pada Sabtu (8/3/2025) pagi, CERI juga mendapat informasi yang menggembirakan dari Rekan Wartawan Senior, bahwa Presiden Prabowo Subianto telah berpesan kepada Dirut Pertamina bahwa dengan adanya temuan korupsi pengadaan minyak di Pertamina oleh Kejagung, Pertamina harus segera berbenah diri dan membuat serta menjalankan proses bisnisnya secara transparan sesuai prinsip good corporate governance (GCG). 

"Sudah pasti keinginan Presiden tujuan akhirnya bisa membuat produk BBM Pertamina semakin berkualitas, efisien, dan tersedia di seluruh pelosok serta rakyat bisa menikmati BBM dengan harga lebih murah. Jika tidak, percumaaaa saja penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejagung," pungkas Yusri.**


Komentar Via Facebook :