Dana Iklan BUMN dan BUMD Diduga Menggelembung Minta Diperiksa, CERI; Kasus Korupsi Iklan Bank BJB Bisa Pintu Masuk Kasus Dana Iklan Pertamina

Jakarta - Kasus tindak pidana korupsi penempatan dana iklan di PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (Bank BJB) yang berpotensi merugikan negara mencapai Rp 222 miliar, dengan terbongkar kasus ini tentunya bisa menjadi pintu masuk bagi kasus serupa di sejumlah BUMD atau BUMN lainnya.
Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo Wibowo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (13/3), menyebut bahwa anggaran untuk iklan itu awalnya adalah Rp 409 miliar. Namun hanya sekitar Rp 100 miliar yang direalisasikan. Uang itu kabarnya digunakan untuk memenuhi dana non bujeter.
Secara akumulatif, modus korupsi Bank BJB adalah menggelembungkan anggaran dan belanja iklan senilai Rp 801 miliar yang merugikan keuangan bank tersebut.
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman kepada ABCNEWS.co.id di Jakarta, Jumat (14/3), mengatakan bahwa peristiwa yang terjadi di Bank BJB bisa juga dialami di BUMN besar, misalnya PT Pertamina (Persero).
Pasalnya, imbuh dia, selama ini penggunaan dana iklan oleh Pertamina kerap lolos dari pantauan publik, terutama aparat penegak hukum.
“Kasus serupa bisa juga diduga terjadi untuk dana iklan Pertamina. Dana iklan Pertamina mesti diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),” kata Yusri
Menurut Yusri, dana iklan Bank BJB tidak seberapa yang harus dikeluarkan per tahunnya jika dibandingkan dengan Pertamina, .
Sebagai BUMN kelas wahid, imbuh Yusri, Pertamina sangat memerlukan iklan atau publikasi yang berkaitan dengan citra positif perusahaan.
Kata Yusri, “Saya dengar dana iklan atau promosi Pertamina itu nilainya ratusan miliar juga, mungkin jika digabung dengan subholding bisa triliunan rupiah.”
Yusri bilang, “Coba saja BPK audit keuangan dana iklan atau promosi Pertamina yang berada di bawah koordinasi sekretaris perusahaan atau tim corporate communication.”
Bahkan, lanjut Yusri, dirinya mendengar kabar ketika Pertamina diguncang kasus korupsi di subholding, tim komunikasi Pertamina langsung bergerak untuk coba ‘mengeliminir’ kasus tersebut.
“Pertamina konon sempat mengumpulkan dan melakukan pertemuan dengan sejumlah pemimpin redaksi dikoordinir oleh VP Corporate Communication Fadjar Djoko Santoso,” ungkap dia.
Yursi lalu menambahkan, “Pertemuan dilakukan pada 27 Februari lalu hingga dini hari, untuk membuat berita seakan-akan kasus tersebut berbau politis,” ungkap dia.
Komentar Yusri, “Saya mendapat info itu langsung dari orang yang hadir di acara pertemuan tersebut.”
Tegas Yusri, “Jika itu benar terjadi, harus diusut oleh penegak hukum, sebab di dalam RKAP tidak ada anggaran untuk kegiatan tersebut. Jika ada kegitan tersebut bisa dituduh melakukan korupsi.”
Di satu sisi, lanjut Yusri, tim corporate communication atau sekretaris perusahaan di holding dan subholding Pertamina tidak boleh berbohong atau menyembunyikan informasi terkait proses bisnis kepada publik jika terjadi penyimpangan.
“Kalau salah bilang saja salah lalu minta maaf, jangan membohongi publik. Ini kerap mereka bicara A faktanya B,” terang Yusri,
Yusri lalu mengambil contoh kasus korupsi penyalahgunaan dana tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) pada program gerakan menabung pohon di Pertamina pada medio 2015.
Kala itu, terang Yusri, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menemukan dugaan korupsi sekitar Rp 126 miliar pada penyaluran program CSR Pertamina yang disalurkan oleh Pertamina Foundation (Yayasan Pertamina).
Yusri menambahkan, saat itu Bareskrim Polri menetapkan mantan Direktur Eksekutif Pertamina Foundation Nina Nurlina Pramono sebagai tersangka kasus tersebut. Nina diduga melakukan korupsi serta pencucian uang.
“Awalnya banyak publik tidak percaya uang CSR di korupsi. Faktanya itu terjadi di Pertamina, belakangan kasus dana CSR di Bank Indonesia juga terbongkar,” jelas dia.
“Jadi tidak menutup kemungkinan hal tersebut juga terjadi untuk penggunaan dana iklan atau komunikasi di Pertamina,” kata Yusri.**
Komentar Via Facebook :