Ceri Minta BPK Audit Dana Iklan Corporate Secretary Pertamina Holding dan Subholding, Suroso Atmomartoyo ; Saking Besar Dananya Sulit Diukur Nilainya

Jakarta - Sebagai BUMN kelas wahid, dana Corporate Secretary Pertamina Holding dan Subholding sangat memerlukan iklan atau publikasi yang berkaitan dengan citra positif perusahaan, namun pengeluaran biaya triliunan ini harus transparan, kalau tidak rawan dikorupsi.
Kata Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman, “saya dengar dana iklan atau promosi Pertamina itu nilainya ratusan miliar juga, mungkin jika digabung dengan subholding bisa triliunan rupiah.”
Yusri bilang, “Coba saja BPK audit keuangan dana iklan atau promosi Pertamina yang berada di bawah koordinasi sekretaris perusahaan atau tim corporate communication.”
Lanjut Yusri, dirinya mendengar kabar ketika Pertamina diguncang kasus korupsi di subholding, tim komunikasi Pertamina langsung bergerak untuk coba ‘mengeliminir’ kasus tersebut.
“Pertamina konon sempat mengumpulkan dan melakukan pertemuan dengan sejumlah pemimpin redaksi dikoordinir oleh VP Corporate Communication Fadjar Djoko Santoso,” ungkap dia.
Yusri lalu menambahkan, “Pertemuan dilakukan pada 27 Februari lalu hingga dini hari, untuk membuat berita seakan-akan kasus tersebut berbau politis,” ungkap dia.
Komentar Yusri, “Saya mendapat info itu langsung dari orang yang hadir di acara pertemuan tersebut, bahkan semua berita CERI soal kasus korupsi tata kelola minyak akan diblokir media patner Pertamina Group dan BUMN Group, termasuk acara unjuk rasa koalisi Aliansi Rakyat Menggugat (ARM) dengan CERI pada 11 Maret 2025 ke Pertamina, Kementerian BUMN, Kementerian ESDM dan Kejaksaan Agung akan diblokir oleh media elektronik dan online nasional.”
Tegas Yusri, “Jika itu benar terjadi, harus diusut oleh penegak hukum, sebab di dalam RKAP tidak ada anggaran untuk kegiatan tersebut. Jika ada kegiatan tersebut bisa dituduh melakukan korupsi dan diduga itu bagian dari jaringan mafia migas.”
Di satu sisi, lanjut Yusri, tim corporate communication atau sekretaris perusahaan di holding dan subholding Pertamina tidak boleh berbohong atau menyembunyikan informasi terkait proses bisnis kepada publik jika terjadi penyimpangan.
“Kalau salah bilang saja salah lalu minta maaf, jangan membohongi publik. Ini kerap mereka bicara A faktanya B,” terang Yusri,
Yusri lalu mengambil contoh kasus korupsi penyalahgunaan dana tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) pada program gerakan menabung pohon di Pertamina pada medio 2015.
Kala itu, terang Yusri, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menemukan dugaan korupsi sekitar Rp 126 miliar pada penyaluran program CSR Pertamina yang disalurkan oleh Pertamina Foundation (Yayasan Pertamina).
Yusri menambahkan, saat itu Bareskrim Polri menetapkan mantan Direktur Eksekutif Pertamina Foundation Nina Nurlina Pramono sebagai tersangka kasus tersebut. Nina diduga melakukan korupsi serta pencucian uang.
“Awalnya banyak publik tidak percaya uang CSR di korupsi. Faktanya itu terjadi di Pertamina, belakangan kasus dana CSR di Bank Indonesia juga terbongkar,” jelas dia.
“Jadi tidak menutup kemungkinan hal tersebut juga terjadi untuk penggunaan dana iklan atau komunikasi di Pertamina,” kata Yusri.
Menurut Yusri jaringan mafia migas sangat luas dan, termasuk di istana, politikus busuk di senayan, oknum APH, BPK, BPKP, Pemred media tier 1 dan LSM abal - abal.
Menanggapi biaya iklan besar itu, Eks Direktur Pengolahan PT Pertamina Suroso Atmomartoyo, membenarkan, “promosi di pemasaran memang besar, dan tujuan menangkal serangan lawan. Seperti aqua vs Leminrale atau Coca-Cola vs pepsi”.
“Saking besarnya sulit diukur nilainya, menghargai kreativitas,” ulasnya singkat saat dikonfirmasi media ini, Jumat (14/3/25) .**
Komentar Via Facebook :