Ahok Absen, Kuasa Hukum Buni Yani Keberatan

Line Bandung - Tim pengacara Buni Yani keberatan dengan tidak hadirnya Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam sidang lanjutan kasus dugaan pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang menjerat kliennya.
"Kami sangat keberatan Ahok tidak dihadirkan dan hanya dibacakan," ujar Irfan Iskandar, salah satu pengacara Buni Yani, dalam persidangan di Gedung Perpustakaan dan Arsip Kota Bandung, Selasa (8/8).
Baca Juga : Jokowi Lantik Djarot Sebagai Gubernur Jakarta
Irfan menduga jaksa tidak menggunakan upaya paksa untuk menghadirkan Ahok. Jika kendalanya hanya jarak, hal itu tidak bisa diterima sebab kliennya juga mengalami kendala hal yang sama.
"Seharusnya Ahok ini hadir, apalagi dengan alasan jaraknya jauh. Kita, Pak Buni juga jaraknya jauh. Artinya tidak ada perlakuan yang sama seperti perkara-perkara yang lain," kata dia.
Baca Juga : Ahok Resmi Jadi Narapidana
Salah satu pengacara lainnya, Aldwin Rahadian menduga ada perlakuan khusus dari jaksa penuntut umum (JPU) kepada Ahok. Hal ini berbeda dengan saksi-saksi fakta lainnya yang bisa dihadirkan dalam persidangan. "Saksi fakta lainnya bisa," kata Aldwin.
Sementara salah satu jaksa, Andi M Taufik, mengatakan ketidakhadiran Ahok lantaran jarak yang jauh. Andi juga menuturkan ada beberapa hal yang membuat mantan gubernur DKI Jakarta itu tidak bisa datang. Namun ia tidak mengungkapkan alasan lain tersebut.
"Yang bersangkutan tidak bisa hadir karena jarak yang jauh dan beberapa hal lainnya," kata dia seperti dilansir antara.
Sidang kasus Buni Yani hari ini memasuki persidangan ke delapan. Dalam sidang ini JPU menghadirkan dua saksi ahli yakni Efendy Saragih sebagai ahli pidana dan Teguh sebagai ahli IT. Ahok rencananya juga dihadirkan sebagai saksi fakta untuk membuktikan dugaan tuduhan pelanggaran yang dilakukan Buni Yani, namun batal.
Baca Juga : Ini Surat Ahok dari Penjara pada Relawannya
Buni Yani didakwa menyebarkan informasi tanpa hak sehingga menimbulkan kebencian di masyarakat. Dia dinilai tidak punya hak untuk mengedit dan menyebarkan video rekaman yang menayangkan pidato Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Kepulauan Seribu pada September 2016.
Dalam video itu Ahok mengutip surat Al Maidah ayat 51. Buni Yani mengedit video yang diunggah oleh Dinas Komunikasi, Informasi dan Masyarakat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Ia mengedit tanpa izin yang berwenang.
Video itu diunggah Dinas Komunikasi, Informasi dan Masyarakat pada 28 September 2016 dengan durasi 1 jam 48 menit. Sementara Buni Yani memotong video tersebut menjadi 30 detik, antara menit ke 24 hingga 25.
Setelah diedit, Buni Yani mengunggah kembali video itu ke akun Facebook pribadi dari rumahnya di kawasan Depok. Video tersebut viral di media sosial. Ahok pun didemo oleh massa dari berbagai elemen organisasi masyarakat Islam. Ahok dituding menista agama Islam.
Jaksa mendakwa Buni Yani melanggar Pasal 32 ayat 1 juncto 48 ayat 1 UU nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektornik, juncto UU RI nomor 19 tentang Perubahan atas UU nomor 11 tahun 2008. **
Komentar Via Facebook :