Imigrasi RI Bantah Diskriminasi pada Pengungsi Rohingya

Line Jakarta - Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, Ronny Franky Sompie, membantah perlakuan diskriminasi dalam penanganan pengungsi Rohingya asal Myanmar dengan pengungsi dari negara lain yang datang ke Indonesia.
“Tidak ada diskriminasi. Seluruh kementerian dan lembaga pemerintah sudah diatur masing-masing perannya dalam Peraturan Presiden No.125 Tahun 2016 soal Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri,” tutur Ronny di Jakarta, Jakarta, Selasa (8/8).
Baca Juga : Palsukan KTP, WN Singapura Segera Disidang
Pernyataan itu dilontarkan Ronny menyusul beredarnya sejumlah kabar dan keluhan, yang menyebut terdapat perbedaan penanganan antara pengungsi Rohingya dan pengungsi dari sejumlah negara Asia Selatan seperti Pakistan dan Afghanistan.
Tak sedikit pengungsi Rohingya yang hingga saat ini masih tinggal di kamp-kamp penampungan di Aceh dan sejumlah wilayah lainnya dengan kejelasan nasib yang tidak pasti. Sebagian besar dari mereka datang ke Indonesia sekitar pertengahan 2015 lalu.
Sejumlah pengungsi Rohingya merasa proses kepengurusan status pengungsi dan suaka mereka terlampau sulit dan panjang, jika dibandingkan dengan yang dilalui pengungsi asal Pakistan dan Afghanistan.
Selain itu, pengungsi Rohingya juga merasa tak kunjung diberikan kejelasan oleh pemerintah dan organisasi internasional, terkait kapan status suaka mereka diterima negara tujuan.
Menanggapi hal ini, Ronny mengatakan proses penetapan status pengungsi dan penerimaan suaka bagi setiap individu berbeda-beda, tak dapat disamakan.
Selain dilihat kelengkapan persyaratan dan asal negara, tuturnya, penerimaan status suaka pengungsi juga bergantung dari keputusan negara tujuan atau negara penerima.
“Soal kenapa ada pengungsi yang cepat diurus atau tidaknya, itu tergantung keputusan negara penerima. Indonesia kan bukan negara tujuan pengungsi. Mereka di sini hanya transit sampai dapat suaka dari negara penerima,” kata Ronny seperti dilansir cnnindonesia.
Dia menambahkan peran kantor keimigrasian dalam hal penanganan pengungsi hanya terletak pada pengawasan. Melalui rumah detensi, papar Ronny, keimigrasian bertugas untuk mendata dan memantau setiap pengungsi yang masuk ke Indonesia.
Sementara itu, dia mengatakan, koordinasi awal penerimaan dan penanganan pengungsi yang datang ke Indonesia, berada di tangan Bakamla, pemerintah daerah, dan orgnasiasi internasional yang mengurus masalah pengungsi seperti Organisasi Pengungsi PBB (UNHCR) dan International Organization for Migration (IOM).
“Imigrasi hanya mengawasi masalah keimigrasian mereka. Sementara yang mengatur kedatangan pengungsi, tempat penampungan, dan biaya hidup mereka selama di penampungan itu koordinasi antara Bakamla, pemerintah daerah, UNHCR dan IOM,” ujar Ronny.
Berdasarkan laporan lembaga pemerhati hak pengungsi SUAKA, sekitar Desember 2016 lalu, masih ada sedikitnya 990 pengungsi Rohingya berada di Indonesia. Jumlah ini berkurang dari angka 1,791 orang pada 2015 lalu.
Para pengungsi Rohingya ini ditempatkan di sejumlah kamp pengungsian yang terletak di 16 wilayah di Indonesia. Paling banyak ditempatkan di wilayah Aceh, Makassar, Medan, dan Jakarta.
Mereka masuk ke Indonesia akibat konflik komunal dan kekerasan kemanusiaan yang terjadi di Myanmar. Pemerintahan Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi dituding melakukan kekerasan hingga pembunuhan terhadap warga Rohingya di sana. **
Komentar Via Facebook :