Kasus e-KTP Semakin Seru

Fahri Senang Novanto Bebas, Sementara ICW Ungkap Rekam Jejak Hakim

Fahri Senang Novanto Bebas, Sementara ICW Ungkap Rekam Jejak Hakim

Line Jakarta - Atas putusan praperadilan yang menyatakan status tersangka Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus korupsi proyek e-KTP tidak sah, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengaku bersyukur.

Sebab kata Fahri, sangkaan yang dilayangkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Novanto bermula dari perkataan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazarudin.

Menurut Fahri, informasi yang disampaikan Nazarudin kepada KPK ihwal adanya korupsi dalam proyek e-KTP tak didukung fakta yang kuat. Karena itu dia menilai putusan hakim merupakan hal yang wajar.

"Bahwa beliau dibebaskan ya alhamdulillah, tentu ikut senang ya dengan apa yang terjadi pada beliau," kata Fahri, Minggu (1/10/17).

Ditempat terpisah Peneliti Bidang Hukum Indonesia Corruption Watch ( ICW), Lalola Easter, mengaku tak heran dengan putusan hakim pada sidang praperadilan Ketua DPR RI Setya Novanto yang mengabulkan gugatan Novanto.

Salah satu dalil hakim yang paling kontroversial dalam putusan praperadilan itu adalah bahwa alat bukti untuk tersangka sebelumnya tidak bisa dipakai lagi untuk menetapkan tersangka lain.

Menurut Lalola, itu artinya mendelegitimasi putusan Majelis Hakim yang memutus perkara E-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto, yang notabene sudah berkekuatan hukum tetap.

Mengenai rekam jejak Joko mulai saat mejabat sebagai ketua pengadaan buku SLTP pada Dinas Provinsi Jawa Barat dan diduga telah merugikan negara sebesar Rp 5,1 miliar.

Bukan hanya itu, pada 2011 saat bertugas di PN Tanjung Karang, Cepi sempat memimpin majelis hakim dalam perkara korupsi pengadaan alat customer information system (CIS) dengan terdakwa Hariadi Sadono. Hariadi diketahui merupakan mantan Direktur PT PLN (Persero) Lampung.

Pada perkara korupsi yang merugikan negara hingga Rp 42,3 miliar itu Cepi menjatuhkan vonis empat tahun penjara dan denda sebesar Rp 250 juta subsider 36 bulan kurungan penjara.

Cepi juga menjatuhkan vonis tambahan berupa uang pengganti sebesar RP137,38 juta subsider dua tahun kurungan apabila tak dibayarkan.
Putusan yang dijatuhkan Cepi saat itu terhitung lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum.

Padahal, dalam pembacaan surat tuntutan, jaksa meminta hakim memvonis Hariadi hukuman enam tahun penjara dan denda Rp500 juta.

Selanjutnya, pada tahun 2012, masih di PN Tanjung Karang, Cepi sempat mengadili mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandar Lampung, Sauki Shobier dalam perkara korupsi dana retensi pembangunan infrastruktur senilai Rp1,9 miliar.

Pada perkara ini, Cepi menghukum Sauki 18 bulan kurungan penjara serta denda Rp75 juta subsider tiga bulan kurungan.

Terbaru, Cepi menolak gugatan praperadilan Bos MNC Group, Hary Tanoesoedibjo yang tidak terima status tersangka.

Hary menggugat Bareskrim Mabes Polri karena menjadikannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan pesan pendek berisi nada ancaman terhadap Jaksa Yulianto.**


Komentar Via Facebook :