Mantan Kacab BRI Agro Pekanbaru Dinyatakan Sebagai DPO

Mantan Kacab BRI Agro Pekanbaru Dinyatakan Sebagai DPO

Line Pekanbaru - Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru menyatakan SH (54), mantan Kacab BRI Agro Pekanbaru masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Penetapan status tersebut setelah dilakukan pemanggilan berkali kali untuk menjalani pemeriksaan, namun SH tersangka atas kasus dugaan korupsi rekayasa kredit di BRIArgo tak kunjung datang memenuhi panggilan penyidik. 

"Kita telah menempuh langkah-langkah hukum dengan memanggil yang bersangkutan secara sah dan patut. Namun yang bersangkutan tak kunjung memenuhi panggilan," ungkap Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Pekanbaru, Azwarman, kepada wartawan Kamis (28/12/2017).

Setelah meyakini segala upaya pemanggilan telah dilakukan sesuai prosedur. Selanjutnya penyidik mengusulkan agar SH ditetapkan sebagai DPO. "Pada 21 Desember 2017 pekan lalu, Kajari Pekanbaru akhirnya menetapkan DPO terhadap SH," tegas Warman.

Sebelumnya, Penyidik Pidsus Kejari Pekanbaru juga menetapkan seorang oknum di PT Perkebunan Nasional (PTPN) V Pekanbaru berinisial JYH (58) sebagai tersangka. Penetapan tersangka terhadap keduanya dilakukan pada 5 Desember 2017.

Dalam perjalanan perkara ini, kedua tersangka telah pernah dipanggil untuk dimintai keterangan. Dari keduanya, hanya JYH yang memenuhi panggilan penyidik. JYH diduga sebagai pihak yang mengatur dan mencari debitur kredit, beserta agunan yang dijaminkan ke bank, karena sebagian debitur adalah bawahan dan keluarganya. Dia juga diduga menikmati uang pencairan itu. 

Sementara SH selaku Kacab BRIAgro Pekanbaru yang diduga tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana mestinya terkait proses verifikasi dan pencairan kredit.

Diketahui, kasus ini terjadi pada tahun 2009-2010. Saat itu, BRIAgro (sebelumnya Bank Agro) Cabang Pekanbaru, memberikan kredit dalam bentuk modal kerja untuk pembiayaan dan pemeliharaan kebun kelapa sawit yang terletak di Desa Pauh Kecamatan Bonai Darussalam, Rokan Hulu, kepada 18 debitur atas nama Sugito dan kawan-kawan, dengan total luas lahan kelapa sawit seluas 54 hektare sebagai agunan.

Adapun total kredit yang diberikan sebesar Rp4.050.000.000 terhadap 18 debitur tersebut, masing-masing jumlahnya bervariasi yaitu Rp150 juta dan Rp300 juta. Jangka waktu kredit selama 1 tahun, dan jatuh tempo Februari 2010, dan diperpanjang beberapa kali sampai dengan 6 Februari 2013.

Sejak tahun 2015, terhadap kredit tersebut dikategorikan sebagai kredit bermasalah (non performing loan) sebesar Rp3.827.000.000 belum termasuk bunga dan denda. Agunan berupa kebun kelapa sawit seluas 54 hektar alas hak berupa SKT/SKGR tidak dikuasai oleh BRIAgro dan tidak dapat ditingkatkan menjadi Sertifikat Hak Milik karena termasuk dalam areal pelepasan kawasan 3 perusahaan serta termasuk dalam kawasan kehutanan.

Diduga terdapat rekayasa dalam pemberian kredit karena penagihan terhadap debitur tidak dapat dilakukan karena para debitur tidak pernah menikmati fasilitas kredit yang diberikan. 

Atas perbuatann kedua tersangka, Negara dirugikan sebesar Rp 3 miliar dari plafon kredit Rp4 miliar, dan keduanya dijerat Pasal 2 ayat (1) jo Pasal (3), jo Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (wan)


Komentar Via Facebook :