Pemilu Yang Jujur Dan Adil
Bersama Rakyat Awasi Pemilu, Bersama Bawaslu Tegakkan Keadilan Pemilu.

Okeline Pekanbaru - Proses berdemokrasi kenyataannya tidak semudah mengungkapkan kalimat itu sendiri, faktanya berdasarkan pengalaman berdemokrasi dalam konteks pemilu pilkada maupun pemilihan presiden dan wakil presiden yang di selenggarakan setiap 5 tahun sekali di Indonesia masih saja menyisakan berbagai permasalahan dan sengketa pemilu.
Sistem Undang-undang Pemilu RI No. 7 tahun 2017 diamana Undang-undang ini merupakan gabungan dari 3 Undang-undang sebelum nya yaitu Undang-undang No. 15 tahun 2011, tentang penyelenggaraan pemilu, Undang-undang No. 8 tahun 2012 tentang pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD Provinsi serta DPRD Kabupaten/Kota dan yang terakhir Undang-undang No. 42 tahun 2008 tentang pemilihan umum presiden dan wakil presiden Masih terdapat duplikasi pengaturan dan berbagai kekurangan akibatnya masih berpotensi melahirkan permasalahan dan pengaturan yang kontradiktif.
Pendahuluan.
Harus diakui proses pemilukada dan pemilu presiden dan wakil presiden dengan sistem berdemokrasi yang dilandasi oleh Undang-undang Pemilu khususnya yang terbaru yaitu UU No. 7 tahun 2017 Tentang penyelenggaraan pemilu masih dalam proses dinamika yang terus menerus mengalami perubahan, sehingga untuk mewujudkan proses berdemokrasi dalam konteks pemilu pilkada dan pemilu presiden yang sesuai dengan harapan, pemerintah masih harus mempersiapkan sestem pengawasan yang efektif, terpercaya, dan kredibel.
Dalam mewujudkan sistem pengawasan yang dimaksud pemerintah melalui Bawaslu tentunya berharap dapat berperan secara maksimal untuk mewujudkan proses pemilu yang jujur dan adil, sekalipun pengawasan yang dilakukan tak lepas dari peran serta masyarakat, hal itu mutlak dipandang perlu guna meningkatkan sistem pengawasan dan memperoleh informasi yang akurat, berimbang, dan efektif sehingga bawaslu dapat dengan mudah dan cepat untuk memperoleh informasi dan laporan tentang pelanggaran pemilu.
Rumusan masalah.
Proses berdemokrasi dalam konteks pemilu pilkada di provinsi riau pada periode-periode yang telah lalu menjadi gambaran nyata, diamana pada proses pilkada tersebut masih ditemukan berbagai macam pelanggaran pemilu, baik sejak tahapan awal, verifikasi pemilih, peserta pilkada, hingga pada proses pemilihan itu sendiri, yang sekalipun tingkat permasalahannya masih dalam batas toleransi, namun itu cukup untuk mendorong pihak Bawaslu Riau untuk lebih melakukan langkah-langkah pencegahan yang bersifat preventif agar pelanggaran-pelanggaran yang sama tidak terjadi.
Bahkan sekalipun pihak Bawaslu RI melalui anggota badan pengawas pemilu, Fritz Edward Siregar mengatakan bahwa Riau merupakan daerah dengan peringkat 14 tingkat kerawanan pelaksanaan pilkada, yang artinya Riau berada pada posisi aman, namun ketua badan pengawas pemilu ( Bawaslu) Riau, Rusidi Rusdan tetap merasa perlu untuk meningkatkan langkah antisipasi terhadap kemungkinan pelanggaran-pelanggaran pilkada di Riau.
Untuk lebih rinci terkait langkah bawaslu Riau dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan pelanggaran-pelanggaran pilkada tahun 2018 ini, pihaknya sangat aktif melibatkan berbagai pihak, tak terkecuali media maupun masyarakat merupakan komponen penting untuk menjadi mitra dalam pengawasan pilkada.
Kepala Badan Pengawas Pemilu Provinsi Riau, Rusidi Rusdan melalui komunikasi elektronik kepada sejumlah Media yang merupakan sahabat bawaslu, berdasarkan hasil kinerja pihaknya yang terus dipaparkan lewat press release beberapa bulan terakhir ini khususnya dalam masa pratahapan dan di awal tahapan pemilukada provinsi Riau, hingga masa kampanye saat ini terlihat begitu intens melakukan tugas pencegahan dan pengawasan bahkan hingga penindakan yang dilakukan oleh pihaknya telah menjadi berita yang menjadi konsumsi publik, sebagaimana kita ketahui terkait 5 kepala OPD di pemprov Riau yang semula diduga melakukan politik praktis, dan melanggar UU ASN di Kabupaten Rohul pada saat yang lalu, namun setelah dipanggil dan di proses melalui persidangan yang dilakukan oleh Bawaslu Riau, akhirnya peristiwa itu menjadi terang benderang dan diketahui bahwa ke 5 kepala OPD dari Pemprov Riau tersebut sejatinya sedang menghadiri undangan pihak golkar untuk memberikan materi terkait progres pembangunan.
Bahkan dugaan serupa juga berhasil diketahui oleh Bawaslu Riau terhadap Sekda pemerintah Kota Pekanbaru, M. Noer, baru-baru ini dimana atas kajian dan alat bukti serta berdasarkan saksi-saksi yang dimiliki oleh bawaslu Provinsi Riau, M. Noer ternyata disebutkan turut serta dalam acara syukuran paslon cagubri dan cawagubri, Firdaus, ST. MT dan Rusli Efendi pasangan nomor 3, dimana hal ini sempat menjadi berita hangat seputar proses pemilukada Riau, karena atas ketidak hadiran M. Noer ketika dipanggil oleh bawaslu untuk memberikan Klarifikasi namun Sekda Kota Pekanbaru itu tidak hadir, sehingga bawaslu Riau terpaksa melayangkan surat rekomendasi kepada pihak kementerian dalam negeri baru-baru ini agar dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh M. Noer segera ditindak lanjuti.
Terakhir dugaan pelanggaran tahapan pilkada juga berhasil di ketahui oleh bawaslu Provinsi Riau atas pasangan calon gubernur Riau petahana Andi Rachman dan Suyatno yang dilakukan oleh Plt Bupati Inhil Rudyanto, yang diduga melakukan pelanggaran netralitas ASN dengan mengumpulkan 4 kepala desa dan turut menghadiri acara kegiatan politik pasangan Andi-Suyatno di Kabupaten Inhil.
Begitu pula dengan paslon cagubri dan cawagubri nomor 1, Drs. Syamsuar dan Edy Natar, dimana Plt. Bupati Siak, Alfedri juga diduga turut melanggar UU ASN atas kehadirannya di acara sosialisasi dan dialog politik pasangan nomor 1 di televisi swasta Metro TV baru-baru ini, dengan kata lain, Bawaslu telah bersikap profesional dan adil dalam melaksanakan tugasnya, khususnya proses penegakan hukum, karena dalam proses penegakan hukum atas dugaan pelanggaran pemilukada, Bawaslu tidak memihak pada satu golongan atau pasangan calon tertentu.
Hal ini ditegaskan oleh Kepala Badan Pengawas Pemilu Provinsi Riau, Rudisi Rusdan, atas pertanyaan reporter Okeline terkait sistem operasi pengawasan yang dilakukan oleh pihaknya.
, "Langkah kongkrit yg kita lakukan adalah :
1 . dalam melakukan upaya pencegahan, Bawaslu Riau aktif bersurat kepada stakeholder (KPU, Paslon/Tim Kampanye, Pemerintah Daerah, dll)
2. Kita juga aktif melakukan komunikasi dalam rqngka memberikan saran dan pendapat dan melakukan Audiensi baik pertemuan formal maupun informal dg pihak2 terkait dln penyelenggaraan pilkada.
3. Aktif melakukan sosialisai terkait pentingnya pengawasan dan tata cara pelaporan pelanggaran pilkada kepada masyarakat melalui media massa dan seminar.
4. Melakukan pengawasan melekat dengan cara hadir dan menyaksikan langsung pelaksaan tahapan pilkada,"Tulisnya melalui aku WA.
Dinamika politik yang kemudian melahirkan suhu politik yang cenderung melakukan segala hal untuk menjatuhkan lawan dengan tujuan meraih kemenangan tak terhindarkan dimasa tahapan kampanye ini, sehingga dibutuhkan sistem pengawasan yang serius dan tidak memihak kepada salah satu paslon, agar tercapai sebuah proses demokrasi yang jujur dan adil.
Satu sisi kita merasa bangga dengan peran bawaslu dan ke wenangan yang diberikan oleh Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 Tentang pemilu, dimana selain pengawasan, Bawaslu juga diberikan hak penuh untuk melakukan persidangan dan peradilan, dimana pihak yang melanggar dalam proses tahapan pilkada dapat di putus langsung oleh bawaslu.
Namun peran bawaslu sebagai pengawas pemilukada akan terasa kurang efektif jika tidak melibatkan banyak pihak, termasuk masyarakat, karena selain jumlah personil yang terbatas, Bawaslu juga sangat membutuhkan laporan masyarakat terkait berbagai pelanggaran untuk ditindak lanjuti sesuai dengan aturan yang berlaku.
Kesimpulan :
Berdasarkan hasil proses berdemokrasi di Indonesia, khususnya di Riau pada periode-periode sebelumnya, masih terdapat berbagai persoalan atau yang disebut juga sebagai pelanggaran dan sengketa pemilu, sehingga keberadaan Bawaslu sebagai lembaga pengawas pemilu perlu diperkuat dan diberikan tugas dan wewenang yang lebih besar agar lebih efektif.
Sebagai lembaga pengawas pemilu yang diatur melalui Undang-undang, Bawaslu tidak berdiri sendiri, melainkan bekerja dengan cara sinergitas, khususnya dengan pihak partai peserta pemilu, pasangan calon, lembaga penegak hukum seperti Kepolisian, kejaksaan, dan masyarakat, yang mana hal ini di wujudkan melalui komunikasi aktif dan program sosialisasi serta kerjasama dalam rangka mewujudkan sistem pengawasan pemilu yang handal, jujur dan adil.
Oleh Feri Sibarani ***
Komentar Via Facebook :