Penampungan atau "Pipis" CPO di Riau Menjamur

Penampungan atau "Pipis" CPO di Riau Menjamur

Okeline Riau - Riau terkenal dengan kota minyak, mulai dari dalam perut bumi hingga diatas bumi, yang diatas bumi seperti minyak mentah kelapa sawit alias Crude Palm Oil (CPO) terus mengalir setiap hari.

Namun sayang minyak yang seharusnya sampai tampa ganguan ke Pelabuhan Dumai dan Medan dari pabrik CPO ini "menetes" dijalan, kalau di Riau bocornya tangki ini terkenal dengan kasus penampungan ilegal yang lazimnya disebut "pipis" CPO, masih marak di bumi lancang kuning. 

"Ini lazimnya terjadi pada daerah penghasil kebun sawit, daerah-daerah dimana banyak tumbuh kebun sawit, pastinya ada praktik itu," kata Badan Pekerja Nasional (Bakernas) Investigation Corruption Indonesia (ICI), H Darmawi Aris SE.

Modus pencurian, menurutnya, sangat beragam dan tersembunyi. Pencurian bisa dilakukan dengan cara memindahkan langsung ke truk pembawa CPO. Jadi, truk ini sifatnya mobile dan mudah berpindah tempat. Modus lain adalah truk berhenti di warung lalu CPO dipindahkan ke drum. “Atau truk itu masuk ke pom bensin. Lalu masuk kebelakang pom bensin untuk memindahkan muatan CPO ke tempat penampungan ilegal,” jelasnya.

"Saya dapat keterangan dari salah seorang sopir trukc tangki menceritakan rata-rata satu drum berisi 100-200 liter. kalau dihitung kerugian dari kegiatan CPO "pipis" ini bisa lebih dari Rp 1 miliar per hari.

Dijelaskan Darwis, kegiatan ilegal ini memanfaatkan toleransi nilai susutan dari jual beli CPO. Kalau muatan CPO berkurang sekitar 3 persen masih dimungkinkan.

"Celah inilah yang dimanfaatkan sindikat tesebut. Idealnya, tanki truk pengangkut CPO yang bagus tidak ada nilai susut,” katanya mengulang cerita itu.

Hasil investigasinya di lapangan dalam kurun sebulan terakhir, dibeberapa daerah praktik ini masih bisa dilihat seputaran daerah Dumai hingga sampai menuju pelabuhan pemerintah Kuala Cinaku, Indragiri Hilir (Inhil).

"Maraknya kasus "pipis" CPO ini lebih parah dipenampungan ini justru mengirimnya menunju pelabuhan besar milik pemerintah Sumatera Utara (Sumut). Keberadaan mafia ini tentu meresahkan dan merugikan dari aktivitas jual beli minyak CPO ilegal itu. Tapi aneh, para penampung CPO curian ini bukannya tutup, malah makin tumbuh subur," ujarnya.

Menurut Darmawis, praktik kencing CPO merugikan negara. Karena sindikat distributor CPO ilegal tidak membayar pajak dan biaya retribusi lainnya.

"Biasanya mereka (pelaku) modus operandi untuk meluluskan praktik ilegalnya menggunakan dokumen “Mendompleng" kontrak Miko (minyak kotor), padahal yang di kirim minyak berupa CPO bukan Miko," terangnya.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) masing-masing daerah tidak akan pernah memberikan keterangan tentang adanya praktik itu. "Ini otaknya antara sipenjual CPO ke penadah," sebut Darmawi yang juga telah mendengar ada juga modus lain, separuh dari mobil tanki dijual, lalu, diganti dengan air.

Darmawi juga mengaku telah mendengar informasi modus-modus yang terjadi dilapangan kegiatan penampungan CPO ilegal marak sepanjang tahun dengan keterlibatan oknum aparat sampai oknum pemilik pabrik tanpa kebun.

"Harus dilakukan operasi bersama Kepolisian Daerah untuk menumpas aktivitas pencurian TBS dan CPO di provinsi ini. Sejumlah asosiasi GAPKI, GIMNI, dan AIMMI juga harus mendukung," usulnya.**Darmin


Komentar Via Facebook :