Pengesahan Ranperda RTRW Riau Kembali Molor

Line Pekanbaru - Pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Provinsi Riau kembali molor. Kali ini, pertemuan dengan lembaga terkait di Jakarta yang belum terjadi menjadi penyebabnya.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Ranperda RTRW Riau, Asri Auzar, menyebutkan semula pengesahan dijadwalkan Maret lalu. Namun karena berbagai kesibukan pengesahannya tak bisa dilakukan sesuai target.
Asri menambahkan pansus telah meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memfasilitasi pertemuan dengan lembaga terkait untuk membahas Ranperda RTRW Riau. Lembaga terkait itu adalah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Menteri Dalam Negeri, Menteri Agraria dan Tata Ruang, Kepala Ombudsman RI dan KPK. "Tapi sampai saat ini KPK belum bisa menjadwalkan pertemuan itu. Mereka masih sibuk," kata Asri di Pekanbaru, Senin (3/4).
Bagi pansus, lanjut Asri, dalam pertemuan itu akan diminta persetujuan pihak terkait terhadap RTRW Riau sebelum disahkan. Hal ini dianggap penting agar tidak timbul persoalan hukum di kemudian hari jika RTRW Riau disahkan. "Semua instansi terkait harus duduk bersama membahas ini, kita (pansus, red) tak bisa jalan sendiri," tukasnya.
Jika RTRW Riau disahkan tanpa pertemuan itu, Asri khawatir persoalan kehutanan di Riau yang selama ini menghantui tidak selesai. "Kita ingin masalah kehutanan di Riau diselesaikan dalam pembahasan RTRW. Semuanya harus jelas. Karena itu kita butuh kesepakatan semua instansi terkait," katanya.
Kendati Ranperda RTRW Riau belum disahkan, Asri memastikan pembangunan infrastruktur oleh pemerintah provinsi dan pusat tetap bisa berjalan. Pasalnya, lahan yang dipakai untuk proyek itu tetap akan dikeluarkan dari kawasan hutan. "Mau itu gardu induk listrik, jalan tol, rel kereta api dan lainnya, tetap dilanjutkan karena tidak ada lagi masalah dengan RTRW," katanya.
Kalau pun lahan itu tidak masuk peta RTRW, namun Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menerbitkan SK yang mengeluarkan lahan hutan seluas 1,6 juta hektar untuk pembangunan infrastruktur, perkantoran pemerintah, fasilitas publik, dan pemukiman warga.
"Jika tak masuk dalam 1,6 juta hektare sesuai SK Menteri LHK, maka akan dimasukkan dalam kawasan holding zone. Sifatnya menyusul namun pembangunannya tetap bisa dilakukan," terang Asri.
Sementara itu, pengamat hukum pemerintahan dari Universitas Islam Riau (UIR), Husnu Abadi, mengatakan semua rencana pembangunan di Riau harus dimasukkan dalam RTRW Riau. Apalagi, RTRW belum disahkan. "Program terencana seperti jalan tol, jalan kereta api, transmisi listrik dan lainnya harus masuk RTRW," katanya.
Katanya, walau masa berlaku RTRW selama 25 tahun, namun bisa direvisi setiap lima tahun sekali. "Dinamika pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Riau sangat tinggi, tentu diperlukan revisi Perda RTRW. Hal ini dimungkinkan karena perda bersifat terbuka dan membuka peluang untuk direvisi," terang Husnu. **
Komentar Via Facebook :