KPAD Ajak Mahasiswa Ngopi Bareng Untuk Mengurangi Kejahatan Seksual Pada Anak di Babel

KPAD Ajak Mahasiswa Ngopi Bareng Untuk Mengurangi Kejahatan Seksual Pada Anak di Babel

andre paschal

Bangka Belitung - Kasus- kasus Anak di Bangka Belitung beraneka ragam dari anak menjadi korban pencabulan,anak perlu pendampingan masalah kesehatan, masalah pendidikan yang viral melalui media sosial hingga anak menjadi korban kekerasan baik secara fisik,psikologis,maupun psikososial.

Salah satu yang terkena dampak anak menjadi korban kejahatan seksual di tambah lagi anak sebagai pelaku maupun korban (Anak Berhadapan dengan Hukum) yang terjadi di Provinsi Bangka Belitung.

Untuk menyingkapi masalah tersebut Komisi Perlindungan Anak Daerah(KPAD) Provinsi Bangka Belitung mengajak mahasiswa perwakilan dari berbagai kampus di Bangka. Diantaranya Universitas Bangka Belitung Fakultas Hukum, Perguruan Tinggi Bangka Fakultas Hukum, dan IAIN Syekh Abdurahman Sidik Bangka Belitung Fakultas Bimbingan Konseling, Fakultas Pendiidkan, Bidang PAUD yang di hadiri 25 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi ini dan turut hadir sekretaris KPAD Try murtini dan sebagai pendamping lembaga psikologi Minda Rahayu dan juga komedian asal Bangka Munir De Ceper.

Namun kasus-kasus yang beredar di Bangka Belitung tercatat oleh KPAD ada 32 Kasus yang melakukan  pengaduan ke KPAD sejak 2019 sehingga menarik pembahasan ini kita kupas melalui diskusi kecil yang bertempat di Kopi Break yang berada di Pangkalpinang, yang di mulai dari pukul 10.00 WIB dan berakhir pukul 01.15 WIB setelah makan siang.

Sementara itu dengan kasus tersebut banyak berhubungan dengan Aparat Penegak Hukum LPKA, LPKS. Belum juga masalah kesehatan,pendidikan sampai ITE yang kerap terjadi di kalangan pelajar yang berada di Provinsi Bangka Belitung.

"Banyak penangan yang di hadapi oleh orang tua baik disekolah maupun dilingkungan sekitar mengenai cara mengunakan media sosial yang baik kepada anak dan terkadang mereka tidak mengetahui permasalahan yang apabila memfosting hal yang tidak baik akan membuat menjadi dampak buruk bagi pengguna media sosial sehingga membuat viral," kata Sindy Anggraini (mahasiswa IAIN SAS Babel asal Belitung, Rabu (04/09/19).

Di tambah lagi oleh Rian Fernando (ketua hima Paud IAIN )" perlunya pendidikan bermedia sosial yang baik dari usia dini yang memerlukan  pengawasan dan pendampingan orang tua karena ini bisa mengganggu Psikologi Anak "tegasnya.

"Selain itu yang lebih menarik juga dalam diskusi ini Suhargo (Gubernur Mahasiswa Fakultas Hukum UBB) menyampaikan perlunya aturan-aturan yang mengatur tentang Aspek Pidana dan Perdata dalam Kasus Bullying Terhadap Anak.

Pertanyaannya, Ada beberapa pertanyaan mengenai bullying yang masih agak mengganjal di pikiran saya, pertanyaannya sebagai berikut:

1. Lebih condong ke ranah hukum manakah Bullying pada Anak? Pidana atau Perdata?

2. Bagaimana peran serta Sekolah, Keluarga, Pemerintah, dan Penegak Hukum bila ditinjau dari Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014? Terima kasih. Dan sempat di jawab oleh Topa supriantoro (ketua BEM STIH Petiba) Aspek Pidana dan Perdata Bullying Pada Anak.

Mengingat Bullying merupakan tindakan kekerasan terhadap Anak, maka menurut UU Perlindungan anak, Bullying adalah tindak Pidana. Terhadap pelaku Bullying dapat dikenakan sanksi Pidana berupa Penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72 juta.


Sementara itu,  Ketua KPAD Bangka Belitung Sapta Qodria Muafi di dalam Pasal 54 UU 35/2014 juga mengatur bahwa setiap anak berhak mendapat perlindungan dari tindak kekerasan di sekolah, sebagai berikut:

(1) Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak Kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.

(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pendidik, Tenaga Kependidikan, Aparat Pemerintah, dan/atau Masyarakat.

Di sisi lain, UU Perlindungan Anak juga memiliki aspek perdata yaitu diberikannya Hak kepada Anak Korban kekerasan (Bullying) untuk menuntut ganti rugi materil/immateril terhadap pelaku kekerasan." Tandasnya biasa dipanggil oleh kalangan mahasiswa BANG SAPTA".


Rizky Fermana

Komentar Via Facebook :