PMII Desak RTRW Riau Disahkan

Line Pekanbaru - Puluhan massa dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) berunjuk rasa di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau, Jalan Jenderal Sudirman, Pekanbaru, Senin (10/4). Mereka mendesak DPRD Riau segera mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Provinsi Riau.
Dalam orasinya, Ali Junjungan, koordintor aksi mempertanyakan alasan DPRD Riau belum mengesahkan Ranperda RTRW Provinsi Riau. "Tunggu apalagi? Kenapa Ranperda RTRW belum disahkan juga?," teriak Ali.
Menurut Ali, ketiadaan RTRW membuat banyak investor hengkang. Padahal, mereka berminat menanamkan modalnya di Riau. "Ini merugikan masyarakat dan pembangunan daerah," katanya.
Ali menegaskan PMII akan terus mengawal proses pembahasan hingga pengesahan RTRW Riau. Keterlambatan disinyalir karena ada tarik menarik untuk menyelamatkan kepentingan perusahaan besar. "Jangan sampai karena kepentingan perusahaan, masyarakat banyak dirugikan. Kita akan kawal ini sampai tuntas," katanya.
Massa juga mendesak Pemprov Riau menata ulang perizinan semua perusahaan perkebunan di Riau, baik kecil maupun besar. Disinyalir banyak perusahaan perkebunan telah merambah kawasan hutan.
Aksi ini diterima dua anggota Panitia Khusus (Pansus) Ranperda RTRW DPRD Riau, Suhardiman Amby dan Hardianto. Namun, keduanya pergi karena massa melakukan aksi bakar ban.
Sementara itu, Asri Auzar, Ketua Pansus Ranperda RTRW DPRD Riau yang dijumpai secara terpisah menyebutkan keterlambatan pengesahan RTRW Riau karena belum ada kejelasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Katanya, KPK berjanji memfasilitasi pertemuan dengan empat kementerian terkait untuk membahas RTRW Riau."Sampai saat ini KPK belum memberi kejelasan kapan pertemuan itu dilaksanakan," kata Asri.
Asri memastikan draf Ranperda RTRW sudah rampung dibahas di tingkat panitia khusus. Namun untuk mengesahkannya, DPRD Riau masih membutuhkan ketegasan dari empat kementerian tersebut.
"Melalui pertemuan yang difasilitasi KPK nanti, kita minta kejelasan tentang lahan yang mau di-holding zone atau diputihkan serta lahan mana yang masuk dalam kawasan hutan," terang Asri.
Ada pun empat kementerian yang dimaksud adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kejaksaan Agung, serta Komisi IV dan VII DPR RI.
Asri menegaskan holding zone diperlukan untuk membebaskan 142 desa dan perkebuan warga yang sudah puluan tahun masuk dalam kawasan hutan. **
Komentar Via Facebook :