Pegiat Pers Ancam Demo Di Polda Babel, Jika Pelaku Kekerasan Tak Ditahan

Ryan_Augusta_Prakasa
Pangkalpinang - Sampai saat ini pihak kepolisian terus berupaya mengusut tuntas dugaan perkara tindak kekerasan sekaligus pengancaman terhadap para pegiat pers (wartawan), bahkan belum lama ini pun seorang diantara kelompok massa diduga pelaku, Sunarman alias Ceduk sempat menjalani pemeriksaan oleh penyidik Satreskrim Polres Bangka.
Meski begitu kejadian tindak kekeraan dan pengacaman serta pelecehan profesi wartawan pun kini menjadi perhatian serius oleh Rikky Fermana (wartawan asal media MAPIKOR) termasuk para pegiat Pers lainnya yang kebetulan sempat menyaksikan kejadian tindak kekerasan mulai dari awal kelompok massa datang ke lokasi (lahan tambak udang) Dusun Mengkubung, Desa Riding Panjang, Kecamatan Belinyu hingga peristiwa kekerasan dan pengancaman pun terjadi terhadap seorang wartawan (Rikky Fermana) diduga saat itu massa dikoordinir oleh Atok warga Mantung, Belinyu.
“Mulai dari awal kelompok massa itu datang ke lokasi (Tambak udang — red) hingga kejadian tindak kekerasan pengancaman hingga pelecehan terhadap profesi wartawan sempat kami saksikan bahkan kami punya bukti rekaman video aksi brutal kelompok itu (Ceduk CS — red),” ungkap Ryan A Prakasa wartawan media online SpotBerita.com, Sabtu (26/10/19) di Pangkalpinang.
Bahkan menurut Ryan gelagat atau sikap tak bersahabat pun malah jelas ditunjukan Ceduk CS saat kejadian atau kelompok massa awal datang menemui rombongan wartawan Rikky CS yang hendak melakukan kegiatan jurnalistik di lapangan.
“Lantas apa dasarnya dia bilang (Ceduk — red) bahwa Rikky Fermana yang memulai dan membentak-bentaknya?. Saya pikir tidak logis. Kami profesional di lapangan bahkan saat hari itu kami semua menggunakan uniform (seragam–red) media masing-masing dan tertera tulisan PERS pada uniform yang kami pakai saat itu,” tegas wartawan senior satu ini.
Wartawan senior yang pernah mencalonkan diri sebagai ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Bangka Belitung (Babel) tahun 2015 lalu menyesalkan Ceduk yang diduga sebagai pelaku dalam kasus tindak kekerasan terhadap wartawan di Dusun Mengkubung Belinyu malah dinilainya memancing ‘perang opini’ di media.
“Apa dia (Ceduk – red) enggak sadar jika perbuatan yang dilakukan ia bersama kawan-kawannya merupakan pelanggaran UU Nomor 40 tahun 1999 tentang PERS. Sudah jelas dalam bukti rekaman video oleh rekan wartawan kita si pelaku (Ceduk — red) telah melakukan pencekikan leher wartawan. Apapun alasannya tindak kekerasan adalah bentuk pelanggaran hukum. Aneh! ia (Ceduk — red) malah mencoba meraih pembenaran melalui media. Apa pun bantahannya itu akan terungkap di pengadilan nanti,” tegas wartawan yang pernah bekerja belasan tahun di media terkemuka di Babel.
Kendati begitu ia sendiri mengaku sangat berterima kasih terhadap aparat kepolisian di daerah yang dinilainya cukup respon terkait laporan dugaan kasus tindak kekerasan, pengancaman serta pelecehan profesi wartawan di Belinyu.
“Rencananya saya dan kawan-kawan pegiat pers dalam waktu dekat ini akan menggelar aksi moral di kantor Polda Babel. Kami mendesak pihak kepolisian segera tangkap pelaku kekerasan pengancaman dan pelecehan terhadap wartawan!,” tegas Ryan lagi.
"Kami Punya Bukti Rekaman Apa Yang Diomongkan Ceduk CS Saat Kejadian"
Hal serupa diungkapkan Rikky Fermana (media MAPIKOR) kepada wartawan.
ia sendiri merasa miris terkait pernyataan Ceduk melalui penasihat hukumnya yang dimuat di salah satu media online.
Terlebih Ceduk pun sempat mengungkapkan jika ia masih ada hubungan keluarga denganya. Namun hal itu justru dibantah keras oleh Rikky.
“Apa yang dikatakan oleh Ceduk bahwa saya masih keponakannya itu sangat tidak benar!, keluarga saya tidak ada yang berperangai seperti Ceduk, dan memang benar keluarga saya banyak di Belinyu, coba ditanya kepada masyarakat Belinyu bagaimana rekam jejaknya pelaku itu (Ceduk — red) di masyarakat ?,” tanya Rikky.
Dibeberkan Rikky, saat terjadi cekcok mulut Ceduk emosional dan mau menantang dirinya dan wartawan lainnya untuk berduel, Rikky sempat mengatakan kepada Ceduk bahwa dirinya berasal dari daerah Belinyu.
“Saat itu yang ada saya katakan kepada Ceduk bahwa saya masih orang Belinyu juga, justru Ceduk semakin beringas dan menantang bahkan mengeluarkan kata-kata tidak pantas, melecehkan profesi kami sebagai wartawan, masa kami dikatakan wartawan bodoh, makan tai, babi bangsat dan nyari duit, justru itu dilontarkan di hadapan rekan-rekan wartawan yang menyaksikan saat kejadian, bahkan dengan bangga berkali-kali ngomong sudah sering keluar masuk penjara, apakah tidak pantas disebut preman?,” ungkap alumni Universitas Pasundan Bandung jurusan Hubungan Internasional ini.
Kembali Rikky mengungkapkan fakta sebebarnya, jika kejadian tersebut tidak akan terjadi kalau saat itu jika tidak ada orang lain yang menghubungi, mengkoordinir dan menyuruh rombongan Ceduk Cs ke lokasi kejadian di lokasi tambak udang kawasan Dusun Mengkubung Kamis, (17/10/19).
“Silahkan, itu hak dia untuk berkilah bahwa saya yang memulai memancing atau membuat keributan, nanti fakta dan bukti di persidangan yang membuktikan siapa salah dan benar,” ujar ketua Himpunan Pewarta Indonesia (HPI) Provinsi Babel ini.
Namun sebaliknya, Rikky meyakini jika dalam kejadian itu pihaknya memiliki bukti dan saksi yang kuat.
“Kami punya bukti rekaman apa yang diomongkan Ceduk CS saat Kejadian itu.Nah andainya kami tidak memiliki bukti yang lengkap dan kuat, lantas untuk apa kasus ini kami laporkan?. Jadi sebagai warga negara saya mempunyai hak untuk melaporkan, hal ini agar adanya penegakan hukum,” tegasnya lagi.
Prinsipnya menurut ia bahwa apa yang dilaporkanya kepada pihak kepolisian itu terkait kasus yang menimpah ia dan rekan-rekan wartawan lainnya bermaksud memberikan pemahaman kepada masyarakat di Babel bahwa wartawan itu menjalankan tugasnya dilindungi oleh undang-undang.
“Tujuannya yakni guna menyampaikan kepada masyarakat dan insan pers bahwa saat itu ada perbuatan oknum masyarakat bergaya premanisme yang telah menghalangi wartawan dalam bertugas,” ungkapnya. (RLS) (Rikky Fermana)
Komentar Via Facebook :