Jaksa 'Tangani' Pencemaran Lingkungan

Pekanbaru - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus dugaan pencemaran lingkungan Komplek Pergudangan Avian.
"Kita sudah terima SPDP terkait dugaan pencemaran lingkungan pergudangan Avian," ujar Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejati Riau, Muspidauan Senin (17/4/2017).
Baca Juga : Amankan 40 Kg Sabu, 14 Polisi Terima Penghargaan
Gudang yang dinilai tercemar ini terletak di jalan Siak II, Kelurahan Air Hitam, Kecamatan Payung Sekaki, Pekanbaru. Dalam SPDP itu disebutkan dua tersangka, yakni Dr FC dan PT Platinum Kencana.
Baca Juga : Ribuan Calon Polisi Teken Pakta Integritas
Muspidauan menjelaskan, SPDP tersebut diterima dari penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, beberapa waktu lalu. "Ada dua tersangka, satu korporasi PT Platinum Kencana dan perorangan berinisial FC," kata Muspidauan.
Sebagai tindak lanjut, penyidik jaksa menunggu penyerahan berkas kedua tersangka oleh penyidik Polda Riau. Berkas itu akan diteliti dan ditelaah oleh jaksa peneliti untuk menentukan apakah sudah sesuai unsur pidana yang disangkakan kepada kedua tersangka tersebut.
Baca Juga : Harris Minta Satpol PP Hindari Kekerasan
Tersangka FC merupakan mantan Kepala Dinas Tata Ruang dan Bangunan (DTRB) Pemerintah Kota (Pemko)Pekanbaru sedangkan PT Platinum Kencana merupakan pengelola pergudangan Avian. Disinyalir pergudangan seluas 40 hektare yang terletak di Jalan Siak II itu tidak memiliki izin Amdal (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan).
Dalam SPDP yang dikirimkan penyidik ke Kejati Riau, FC dijerat Pasal 40 ayat (1) jo Pasal 111 ayat (2) Undang-undamg (UU) RI Nomor 32 Tahun 2009. Sementara PT Platinum Kencana dijerat Pasal 36 ayat (1) jo Pasal 109 UU RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Baca Juga : Realisasi PAD Triwulan I Capai Rp546 Miliar
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Riau, Kombes Guntur Aryo Tejo Sik, mengungkapkan, untuk mengumpulkan bukti-bukti adanya pencemaran lingkungan akibat gudang Avian, penyidik sudah memeriksa sejumlah saksi. "Sudah belasan saksi yang dimintai keterangan," kata Guntur.
Menurut Guntur, saksi itu di antaranya sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru, seperti mantan Walikota Herman Abdullah. Penyidik juga memeriksa pengelola gudang Avian, Th.
Kasus ini terungkap dari laporan salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ke Polda Riau awal 2016 silam. Pasalnya, usaha atau industri yang memiliki lahan yang luasnya 10.000 persegi meter dan produk yang berbeda hanya dilengkapi 1 atau 4 Amdal.
Dalam Pasal 23 UU Nomor 32 tahun 2009, proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya mesti memiliki Amdal.
Di samping itu, pengelola Kompleks Pergudangan Avian disinyalir menabrak Peraturan Daerah (Perda) Kota Pekanbaru Nomor 14 Tahun 2000 tentang Izin Bangunan Dalam Daerah kota Pekanbaru. Di dalam Pasal 56 Perda Nomor 14 Tahun 2000 tersebut ditegaskan sebuah bangunan yang bersepadan dengan sungai yang memiliki kedalaman lebih dari 3 meter, ditetapkan 10 meter, dihitung dari tepi lanjur pengamanan sungai pada waktu ditetapkan.
Prakteknya di lapangan, jarak sempadan antara bangunan gudang, apalagi di gudang Blok FF dengan bibir sungai, tidak lebih dari 2 meter. Meski belum ada Amdal tapi kompleks tersebut sudah mendapat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu. (s/***)
Komentar Via Facebook :