Wartawan Jadi Pengurus Partai Menurut AJI tidak Boleh, PWI: Boleh Asal?

Bangkabarat - Salah seorang mitra pers yang juga pimpinan liansi Masyarakat Anti Korupsi (Amak) di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Hadi Susilo mengkritik staf ahli fraksi partai Nasdem Riandi yang merangkap sebagai redaksi media/wartawan.
Namun, ketua umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Atal Depari mengatakan terkait profesi wartawan/jurnalis namun merangkap jabatan atau bergabung di salah satu parpol di Indonesia justru tidak ada larangan.
Baca Juga : AMAK Babel Kritisi Wartawan Jadi Pengurus Partai
"Dalam Pasal 13 itu juga ditegaskan bahwa anggota PWI diperbolehkan menjadi anggota partai politik atau organisasi yang berafiliasi dengan partai politik, juga organisasi lain yang tidak dilarang negara," kata Atal saat acara kongres Kode Etik Perilaku Wartawan Indonesia (KPWI) di Solo, Jawa Tengah beberpa waktu lalu.
Ditegaskan Atal, namun guna untuk menjaga independensi organisasi, anggota yang menjadi pengurus partai politik atau organisasi yang berafiliasi dengan partai politik tidak diperbolehkan menjadi pengurus PWI, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Pendapat berbeda disampaikan oleh ketua Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Abdul Manan terkait persoalan wartawan/jurnalis berafiliasi maupun menjadi pengurus parpol justru dinilainya akan rentan menimbulkan tidak terjaganya independensi dalam menjalankan profesi sebagai wartawan/jurnalis.
Bahkan Manan pun sempat memberikan komentarnya terkait peraturan baru dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang membolehkan anggotanya menjadi anggota parpol di Indonesia.
Walau menghormati keputusan PWI, Manan menilai seharusnya aturan tersebut tidak diberlakukan. Sebab, kebijakan itu bisa memengaruhi independensi dan citra dari wartawan.
"Meskipun tidak boleh jadi pengurus partai politik kalau dia (wartawan.red) tetap menjadi wartawan, kan wartawan itu profesi individual, yang harusnya tanggung jawab untuk melaksanakan etis itu individual," katanya.
"Jadi membolehkan wartawan menjadi anggota partai politik itu membahayakan independensi dia," tutur Manan pada media.
"Misalnya tiba-tiba kita pakai baju partai A, orang kan akan menilai oh dia bagian dari partai itu dan kalau dia bagian dari partai itu, dia agak susah diharapkan independen kalau menulis partai itu atau menulis partai yang lain," sambung dia.
Manan menganggapi, menurutnya ketika seorang wartawan terlihat memiliki preferensi politik, dia beresiko tidak bisa menjadi independen. Manan memang mengakui hak seorang warga negara untuk berpolitik, namun hal ini berbeda ketika dikaitkan dengan independensi. Sebab, hak tersebut bisa juga tidak digunakan.
"Kalau karena pertimbangan tertentu karena profesi wartawan sangat menuntut independensi, hak itu kan boleh tidak digunakan demi pertimbangan supaya dia bisa lebih independen ketika menjalankan profesinya," jelasnya.
Manan menyarankan, sebagai sesama organisasi wartawan, sebaiknya PWI mempertimbangkan kembali keputusan mereka itu. Bahkan, organisasi AJI sendiri tidak membolehkan anggotanya untuk tergabung dalam partai politik guna melindungi independensi profesi wartawan.
"Menurut saya, sebagai sesama organisasi wartawan kita sih berharap tanggung jawab untuk menjaga nama baik profesi, menjaga nama baik wartawan itu adalah tanggung jawab kita bersama," tuturnya, Jumat (10/4/2020).
Beda lagi menurut pandangan Kasih Hati selaku ketua Presidium Forum Pers Independen Indonesia (FPII) ia justru mengatakan bahwa setiap orang mempunyai hak dasar dalam berpolitik.
"Namun yang harus dijalankan adalah Indenpedensi profesi dia. Artinya apabila seorang anggota salah satu organisasi pers menjabat sebagai pengurus salah satu partai politik," terangnya.
Sehingga menurutnya lagi tidak dibenarkan untuk mengunakan profesi dia salam melakukan sosial kontrol pengawasan dalam menjalankan tugas sampingan dia baik sebagai pengurus pertai maupun staf ahli di DPRD.
Sementara itu Riandi saat dikonfirmasi terkait dirinya kini mendapat sorotan dari aktifis LSM Amak Babel (Hadi Susilo) lantaran ia diketahui selaku pimpinan media online juga merangkap sebagai pengurus parpol di wilayah Kabupaten Bangka Barat namun dinilai pula berpotensi tak independen.
Sebaliknya, Riandi justru mengatakan jika status pekerjaan dirinya selaku pimpinan media atau wartawan juga merangkap sebagai pengurus parpol malah dianggapnya bukan suatu persoalan.
"Sejauh ini kan belum ada aturannya yang membatasi seperti itu. Ada gak aturannya?," kata Riandi saat dihubungi melalui nomor ponselnya Lost Speaker, Jumat (10/4/2020) lalu kepada sejumlah jurnalis Babel.
Meski begitu Riandi mengaku jika dirinya sampai saat ini selaku insan tetap berpegang teguh sebagai wartawan yang profesional dan memiliki sikap mengkritisi suatu kebijakan pemerintah yang memang dianggap tidak berpihak kepada rakyat.
"Yang kita kritisi tidak pernah menyerang pribadi. Insya Allah saya tetap profesional,dan kita pun siap dikritisi" tegas Riandi.**
Komentar Via Facebook :