Sebut Omnibus Law Menyebalkan, Pakar Hukum: Banyak Yang Tidak Sinkron

Sebut Omnibus Law Menyebalkan, Pakar Hukum: Banyak Yang Tidak Sinkron

Pekanbaru-Perdebatan panjang terkait Undang-undang Omnibus Law masih berlangsung,aksi unjuk rasa berbagai kalangan masih terus digelorakan.

Kelompok aktivis perburuhan, Mahasiswa dan Pekerja bergerak sebarisan menggugat pemerintah dan Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU) sebagai jalan kompromi.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar,"Undang-undang Omnibus Law sangat menyebalkan, pasalnya, banyak pasal-pasal dalam Undang-undang ini tidak sinkron," ujarnya kepada media.

Menurutnya, versi 905 halaman dan 812 halaman yang beredar mengandung kebingungan publik,"kalau alasan pemerintah untuk menyelesaikan gemuknya Undang-undang di Indonesia, justru, Undang-undang Omnibus Law ini tidak menjawab persolan,"sebutnya. 

Dia mencontohkan,"dalam Klaster Lingkungan Hidup, pasal 70, ada sanksi akumulatif, tindakan perusakan lingkungan yang megakibatkan kerugian materil pelakunya dihukum penjara dan denda, kemudian pada ayat berikut, jika tindakan perusakan itu mengakibatkan kematian maka dihukum penjara atau denda, logikanya tidak nyambung," tukasnya.

Senada dengan Zainal, Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati, menurutnya , banyak masalah dalam Undang-undang ini, salah satunya,"berpotensi melemahkan pertangungjawaban pidana terhadap pelaku perusak lingkungan".

"Kemudian ada pelemahan strike libility (pertanggung jawaban pidana), ayat pertama ada sanksi administrasi, diayat selanjutnya ada sanksi pidana, inilah yang melemahkan," tambah Asfinawati.   

Ditambahkannya, patut dicurigai keterlibatan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) dalam Satgas penyusunan draft Undang-undang Omnibus Law,"

"Bagaimana mungkin kelompok pengusaha kepala sawit dan kehutanan yang selama ini diduga melakukan perambahan hutan dan perusakan lingkungan diberi ruang seluas-lusanya, sementara masyarakat yang selama ini menjadi korban tidak dilibatkan?" katanya berapi-api.**


 


Batara Harahap

Komentar Via Facebook :