Polemik Pipa PDAM di Lebong "Menajam", Kasi Intel Kejari Disebut "Gagal Faham"
Lebong - Kapolres Lebong AKBP Ichsan Nur, Sik, saat disambangi wartawan ke Maplres Lebong, mengakui proyek Pipanisasi PUPR Lebong bermasalah hingga menimbulkan konflik antara pihak PDAM dan warga Trans Pelabai, Kecamatan Pelabai, Lebong, Bengkulu.
Saat ditanya media hasil musyawarah, jawab Kapolres, "Warga bersama penegak Hukum Kabupaten Lebong seperti dari Kejari, Kapolres Lebong yang dihadiri PUPR, PPTK, kontraktor, ditemukan kalau Dinas PUPR sebelum membangun proyek itu tidak ada kordinasi."
"Sebelum rapat itu saya turun langsung, problemnya adalah sebelum PDAM membangun Proyek itu mereka tidak survei dulu sehingga pipa ada, tapi air tidak ada, disitu masyarakatnya secara swadaya patung patungan membuat bak air, dengan pipa sendiri," kata Ichsan.
"Saat PDAM memasukan paket ini dia tidak survei kelapangan terlebih dahulu, kalau disurvei tentu dia tahu masalahanya, yaitu air," ulas Kapolres.
Dijelaskan Kapolres karena air tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan warga, "maka ini akan menimbulkan konflik. Solusinya sementara ini Pemda harus menganggarkan lagi membangun bak air. Itulah solusinya dalam rapat kemaren," lanjut Kapolres.
Sejalan dengan apa yang sampaikan Kapolres, Kasi Intel Kejari Kabupaten Lebong, mengaku bahwa memang proyek itu penuh konflik, bahkan proyek itu tidak dilengkapi plang merek proyek, namun katanya itu adalah bukan sebuah pelanggaran, "azas manfaat plang tidak ada atau masalah, tidak di rasakan mamfaatnya."
"Tidak ada pelanggaran pada proyek tersebut, cuma mis komunikasi saja," ungkapnya dengan percaya diri.
Apa yang dikatakan Kasi Intel Lebong ini menuai kritik dari Ketua Lembaga Independen Pemberantas Pidana Korupsi (LIPPSI), Mattheus Simamora, karena menurutnya Kasi ini "gagal paham" tentang Peprer No 16 Tahun 2018 pasal 22 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah.
"Bawa kegunaan plang tersebut agar masyarakat tahu kalau ada kegiatan pembangunan didaerahnya yang mengunakan uang rakyat. Soal plang ada dalam kontrak dan diatur berapa budgetnya, dan itu merupakan sebuah pengeluaran yang harus dikeluarkan kontraktor," kata Mattheus, Jumat (13/11/20).
Mattheus sarankan siapaun itu orangnya yang bertugas sebagai penyidik proyek untuk memahami, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12/PRT/M/2014 tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan.
Ulas Mattheus, kalau masalah plang dikatakan tidak masalah mungkin mereka "pura-pura" tidak tahu. "Kalau untuk hal-hal kecil saja mereka mengabaikan dan Dinasnya sampai melakukan "korupsi" plang yang nilainya sedikit, lalu bagaimana dengan proyek yang nilainya besar. Itu membuktikan bahwa mereka? tidak transparan dalam pengunaan uang rakyat," tandas Matteus.**
Komentar Via Facebook :